Sabtu 21 Aug 2021 07:22 WIB

21 Anak Korban Perdagangan Orang di Papua-NTT Dipulangkan

Kondisi anak saat ditemukan sangat memprihatinkan, dua anak dalam keadaan hamil.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau trafficking di Papua berhasil dipulangkan ke Kabupaten Indramayu. Kedatangan mereka disambut haru pihak keluarga di Mapolres Indramayu, Ahad (15/8).
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau trafficking di Papua berhasil dipulangkan ke Kabupaten Indramayu. Kedatangan mereka disambut haru pihak keluarga di Mapolres Indramayu, Ahad (15/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Fakfak, Papua Barat, dan Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT), dipulangkan oleh Gugus Tugas Pusat Pencegahan dan Penanganan TPPO. Kini para korban menjalani pemulihan di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (BRSAMPK), Handayani, Jakarta.  

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kementerian PPPA, Rafail Walangitan, mengatakan, anak korban TPPO berjumlah  21 orang yang dipekerjakan di tempat hiburan malam, terdiri dari empat  anak ditemukan di Fakfak, Papua Barat, dan 17 anak di Maumere, NTT. Semua anak tersebut diketahui berasal dari daerah Jawa Barat.  

Kasus TPPO anak terbongkar setelah aparat kepolisian dari masing-masing wilayah melakukan penggeledahan ke beberapa pub di Fakfak dan Maumere. "Terhadap kasus TPPO di Papua Barat, info awalnya kami terima dari media. Mengingat tidak ada gugus tugas di Papua, maka saya berkoordinasi dengan unit TPPO Bareskrim Polri," kata Rafail dalam keterangan pers yang diterima pada Sabtu (21/8). 

Rafail mengatakan, pemulangan para korban di bawah koordinasi gugus tugas yang di dalamnya adalah KemenPPPA, Polri, Kementerian Sosial. Saat ini, para korban akan mendapatkan rehabilitasi sosial, keberlanjutan pemeriksaan kesehatan, dan persiapan pemberdayaan berdasarkan minat keterampilan kerja para korban di Balai Rehabilitasi Handayani, milik Kementerian Sosial. 

“Semoga juga nanti bisa ditindaklanjuti untuk tracing family yang akan ditangani oleh pekerja sosial di daerah untuk menganalisa risiko, asesmen kepada keluarga, dan juga harapan yang sama untuk mempersiapkan pemberdayaan bagi para korban,” kata Rafail.

Sementara itu, untuk kasus TPPO anak di Maumere, proses pemulangan 17 korban cukup rumit. Empat anak sempat kabur dari rumah penitipan TRUK-F (Tim Relawan Untuk Kemanusiaan) di Maumere, saat akan dibawa ke Jakarta. Namun pada akhirnya ditemukan telah kembali ke kampung halamannya. 

"Akhirnya, hanya 13 anak yang kembali ke Jakarta yang selanjutnya kini mendapatkan penanganan di Balai Handayani, Kemensos," kata Asisten Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus, Kemen PPPA Robert Parlindungan Sitinjak.

Robert mengatakan, kondisi anak saat ditemukan sangat memprihatinkan, karena mendapat perlakuan buruk saat bekerja, bahkan dua anak dalam keadaan hamil. Namun sangat disayangkan, proses hukum kasus TPPO anak di Maumere belum berjalan, karena tidak ada satupun penetapan tersangka, oleh penyidik Polda NTT. 

Pada awal kejadian penggerebekan tempat hiburan malam (pub) pada tanggal 15 Juni 2021 di Maumere Kab Sikka, tim penyidik Polda NTT telah menjaring 17 anak perempuan usia 14–17 tahun di beberapa lokasi tempat hiburan malam. Robert berharap proses hukum terhadap pelaku dapat dilaksanakan sebagai bentuk mendukung kebijakan pemerintah dalam penegakan hukum.

"Tantangan untuk menghapuskan TPPO semakin berat di masa pandemi Covid-19, mengingat pandemi membuat kemiskinan meningkat, sedangkan kemiskinan merupakan salah satu akar masalah dari TPPO," ucap Robert.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement