Jumat 20 Aug 2021 00:26 WIB

Balai TNBT Lepas Liarkan Orang Utan Asal Sumut

Pelepasliaran dilakukan secara bersama yang melibatkan beberapa pihak.

Seekor orang utan sumatra (Pongo abelii) berada di dalam kandang saat tiba di Terminal Cargo Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara, Kamis (19/8/2021). Dalam rangka Hari Orang Utan Internasional, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara (Sumut) menerima pemulangan sembilan ekor satwa liar yaitu satu ekor orang utan sumatra dan delapan ekor burung beo medan yang berasal dari penyerahan masyarakat dan dirawat di Pusat Penyelamatan Satwa Tegal Alur (PPSTA) yang dikelola Balai KSDA DKI Jakarta.
Foto: ANTARA/Fransisco Carolio
Seekor orang utan sumatra (Pongo abelii) berada di dalam kandang saat tiba di Terminal Cargo Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara, Kamis (19/8/2021). Dalam rangka Hari Orang Utan Internasional, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara (Sumut) menerima pemulangan sembilan ekor satwa liar yaitu satu ekor orang utan sumatra dan delapan ekor burung beo medan yang berasal dari penyerahan masyarakat dan dirawat di Pusat Penyelamatan Satwa Tegal Alur (PPSTA) yang dikelola Balai KSDA DKI Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, KOTA PEKANBARU -- Balai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT), Indragiri Hulu, Riau, melepasliarkan seekor orang utan bernama Sun Ghou Kong berjenis kelamin jantan dan umur 16 tahun, berasal dari Simalingkar-Sumatera Utara dengan nomor ID OU 194. "Pelepasliaran orang utan ini bertujuan untuk mengembalikan satwa liar ini ke habitat aslinya," kata Kepala Balai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Fifin Arfiana Jogasara, di Pekanbaru, Kamis (19/8).

Dia mengatakan, Sun Ghou Kong pertama kali tiba di Stasiun SORC Sungai Pengian pada 27 Februari 2011,  sekitar umur lima tahun dan dilepasliarkan pada 29 Januari 2012 (7 tahun) di Hulu Sungai Belantik kawasan penyangga TNBT. Berdasarkan riwayat pelepasliaran, Sun Ghou Kong telah dilepas sebanyak lima kali. Berdasarkan hasil perjumpaan kembali Sun Ghou Kong berulang kali ditemukan di lokasi yang sama, dapat dikatakan Sun Ghou Kong telah menguasai daerah jelajahnya," kata dia.

Baca Juga

Lokasi pelepasliaran Sun Ghou Kong kali ini dipilih area baru dan belum dikenali yang berada di Sungai Tulang, Wilayah Kerja Resort Lahai SPTN Wilayah II Belilas. Untuk mencapai lokasi ini, tim release harus menempuh jarak dua hingga tiga Km dan membutuhkan waktu tempuh empat hingga lima jam berjalan kaki, dengan memikul beban kandang dan orang utan seberat kurang lebih 120 kg," kata Fifin Arfiana.

Ia menjelaskan, pelepasliaran dilakukan secara bersama yang melibatkan beberapa pihak. Mereka antara lain dari yaitu Balai TNBT, Balai KSDA Jambi, FZS, Polsek Batang Cenaku, Pemerintah Kecamatan Batang Cenaku dan Desa Sipang. Untuk memikul kandang yang berisi orang utan Sun Ghou Kong melibatkan masyarakat setempat. "Dipilihnya lokasi baru ini diharapkan dapat mendorong Sun Ghou Kong untuk mengeksplore habitat yang berbeda dan kembali liar di alam," ujarnya.

Dijelaskannya, bahwa berdasarkan pantauan dari awal pelepasliaran, Sun Ghou Kong masuk kategori orang utan yang cukup pintar, terbukti dari hasil analisis data harian pencapaian makan lebih dari 40 persen dengan didominasi memakan buah hutan serta Body Condition Score (BCS) terbilang stabil yaitu score tiga dimana score tersebut adalah ideal tubuh orang utan yang berada di alam liar.

"Harapan ke depannya, Sun Ghou Kong dapat bertahan hidup dan hidup harmonis dengan alam, mampu berkembangbiak guna kelangsungan populasi mereka di alam dan menyelamatkan satwa ini dari ambang kepunahan," kata Fifin.

Kegiatan pelepasliaran orang utan di TNBT ini sudah dimulai sejak tahun 2001 melalui Program Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS). Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) sebagai area pelepasliaran orang utan merupakan salah satu kegiatan dalam Memorandum Saling Pengertian (MSP) antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dengan Frankfrurt Zoological Society (FZS) tentang Program Konservasi Satwa Liar dan Habitatnya di TNBT. Satwa liar orang utan memiliki status konservasi critically endangered atau terancam punah berdasarkan daftar merah IUCN orang utan Sumatra dan masuk kategori appendix 1 menurut CITES, yang berarti spesies ini tidak boleh diperdagangkan.

Orang utan yang dilepasliarkan adalah hasil rehabilitasi pasca satwa tersebut diserahkan oleh masyarakat. Individu orang utan sitaan dibawa ke stasiun rehabilitasi di Sumatran Orangutan Rehabilitation Center (SORC) Sungai Pengian dan sebagian di Orangutan Open Sactuary (OOS) Danau Alo. Kedua stasiun ini menjadi tempat singgah sementara di mana orang utan akan diajarkan untuk mencari makan dan bertahan hidup di alam.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement