Kamis 19 Aug 2021 05:33 WIB

Kencan Terlarang tak Terhenti Gara-Gara Pandemi

Sejumlah PSK tetap melayani pelanggan meski menurunkan tarif selama pandemi.

Pekerja seks komersil (PSK) terjaring razia
Foto:

Modus penipuan

Polisi dapat membongkar kasus prostitusi daring di antaranya karena laporan masyarakat. Tapi, Pujiyarto mengakui belum ada laporan terkait penipunan bermodus prostitusi daring. "Untuk kasus penipuan seperti itu mungkin korbannya sungkan untuk melapor dikarenakan malu," kata Pujiyarto.

Menurut Ang, banyak yang menipu bermodus prostitusi daring. “Sebelum ketemu, tapi ceweknya minta transfer, itu sudah pasti 100 persen penipuan,” ujar Ang yang sudah menggeluti pekerjaan ini lebih dari 10 tahun.

Untuk membuat percaya calon tamu, Ang memilih sistem bayar tunai. Atau jika kencan di luar kota, ia minta ditransfer setelah bertemu, karena jumlah yang harus dibayar oleh tamu kepadanya cukup besar.

Baca juga : Terus Digosipkan Pindah, Cristiano Ronaldo Meradang

Republika mencoba menelusuri penipuan bermodus prostitusi daring yang membawa-bawa nama Kapolres Pelalawan AKBP Indra Wijatmiko. Ia menawarkan pelayanan di berbagai kota: Tangerang, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Samarinda. Pada awal Juli 2021, Republika menghubungi nomor yang mencatut nama AKBP Indra itu, yang tercantum di akun Twitter untuk layanan Tangerang. Akun Twitter yang dipakai untuk modus penipuan ini sudah tak ada pada pertengahan Juli, berganti akun baru, tetapi nomor telepon seluler yang dicantumkan tetap sama.

Arr alias Mei, yang memakai nomor itu saat berkomunikasi, mengatakan tempat kencan di hotel berbintang di wilayah Babakan, Kota Tangerang. Arr/Mei menyebutkan tarif kencan Rp 800 ribu per dua jam dan bisa bayar di tempat tanpa uang muka. Dia menjamin dirinya juga sudah divaksin Covid-19.

Foto yang dipasang di profil nomor kontak adalah perempuan muda yang bening, tapi memasang tarif hanya Rp 800 ribu untuk dua jam bebas main, membuat Republika curiga. Kemudian Republika tak jadi memesan dengan alasan tertentu, karena memang baru sebatas tanya-tanya, belum ada kesepakatan apa pun.

Namun, ada nomor lain yang menelepon Republika mengaku sebagai AKBP Indra meminta biaya pembatalan sebesar Rp 400 ribu. Ketika tak direspons, ia meneror dan akan memprosesnya di Polres Tangerang.

Ada enam nomor telepon seluler yang digunakan untuk meneror. Dalam ancamannya, dia mengirim foto profil AKBP Indra dan melakukan panggilan video dengan menampilkan potongan video wajah AKBP Indra. "Kalau sudah dipenjara bakal menyesal, bakal kehilangan semua. Pekerjaan, bahkan mungkin juga keluarga," kata dia menyampaikan ancamannya.

Ancaman serupa juga diberikan orang yang mengaku AKBP Indra untuk pemesanan di Jakarta. Ia mengaku sedang menahan Arr/Mei, ketika Arr/Mei dalam perjalanan menuju ke hotel yang Republika tunjuk. Untuk bisa berangkat, Arr/Mei terlebih dulu meminta uang transportasi Rp 200 ribu dikirim ke rekening --yang setelah dicek dibuka di bank kantor cabang pembantu Karang Jati, Balikpapan. Ia juga menegaskan akan segera menetapkan sebagai tersangka prostitusi daring dan akan segera menerbitkan surat daftar pencarian orang (DPO).

Beberapa hari kemudian, Arr/Mei mengaku memang ditahan polisi dan bisa keluar dari tahanan setelah membayar Rp 3 juta. Ia lalu meminta transfer seikhlasnya. Ketika tak direspons, ia mengancam akan melanjutkan perkara ke polisi. Ketika ditanya alamat Polres tempat kerja AKBP Indra dan tempat ia ditahan, ia tak menjawab.

Nomor telepon seluler yang dipakai AKBP Indra palsu itu, di Samarinda dipakai oleh orang yang mengaku Arr/Mei untuk modus penipuan juga. Karena Republika mengaku tak bisa melakukan transfer ke rekening yang juga digunakan untuk penipuan di Jakarta, Arr/Mei meminta kiriman pulsa.

Arr/Mei yang mengaku berasal dari Balikapapan itu lantas mengirimkan nomor telepon seluler yang harus dikirimi pulsa, yaitu nomor yang dipakai Arr/Mei di Jakarta dan Tangerang. Lalu, nomor itu dipakai untuk mengancam, ketika permintaan pulsanya tak direspons. Pengancamnya mengaku bernama AKBP Indra, yang mengaku bertugas di Polres Samarinda. Untuk membuktikannya, ia mengirim peta Google yang menunjukkan ia sedang di Polres Samarinda.

Ketika Republika memberitahu ada orang memakai namanya untuk penipuan dan pemerasan bermodus prostitusi daring, AKBP Indra yang asli mengaku sudah mengetahui sebelumnya. Ia mengaku sudah dihubungi orang Mabes TNI dan Mabes Polri. Mereka menanyakan kebenaran isu beking hotel mesum dan perempuan-perempuan bayaran.

Baca juga : Rencana Amandemen UUD Saat Pandemi Dinilai Mengada-ada

Namun, Indra mengaku tak akan melaporkan orang-orang yang mengaku sebagai dirinya itu. "Kalau aku sih yang penting semoga orang sadar saja jadi orang, tidak ada manfaatnya juga jelekin orang. Kita ingatlah laknatnya Allah gitu kan? Ingatlah azabnya Tuhan," kata Indra, Juni 2021.

Terkait modus penipuan ini, Pujiyarto menegaskan selama menjalankan tugas tidak ada anggotanya yang melakukan pemerasan. Memang, kata dia, ada beberapa kasus pemerasan terhadap muncikari dan PSK tapi itu dilakukan oleh polisi gadungan.

Put bercerita, pernah ada tamu yang kena tipu. Si penipu mengaku juga tinggal di kosan Put, tetapi Put tak mengenalnya ketika melihat fotonya. Si penipu itu meminta transfer uang terlebih dulu setelah tamunya mengirimkan foto bukti telah tiba di kosan.

Setelah menerima transferan lewat m-banking, si penipu memblokir akun aplikasi pertemanan si tamu. “Bodohnya dia, kenapa nggak nanya dulu ke penjaga kosan, sebelum transfer,” kata Put. Setidaknya, dengan tertipu si tamu itu tak jadi melakukan kontak fisik dengan perempuan yang ia ajak kencan, meski kemudian melakukan kontak fisik dengan Put.

Anak-anak di bawah umur yang ditangkap Polda Metro Jaya karena terlibat prostitusi, di antaranya ada yang terpapar Covid-19. “Sejauh ini ditemukan empat anak hasil tes antigennya reaktif positif. Keempatnya sudah dikembalikan ke orang tuanya, berkoordinasi dengan petugas medis setempat,” ujar Pujiyarto kepada Republika, Jumat (16/7).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement