Kamis 12 Aug 2021 21:38 WIB

Data Kematian Covid-19 Dirapel, Ini Penjelasan Satgas

Satgas menyebut banyak daerah laporkan kematian tidak real time dan cenderung dirapel

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pekerja membawa peti mati seseorang yang meninggal karena komplikasi penyakit COVID-19 saat pemakaman di pemakaman di Depok.  Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan, pelaporan kasus kematian akibat Covid-19 yang dilakukan daerah tidak bersifat realtime dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya. Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 mengatakan, sinkronisasi membuat kesenjangan angka kematian bisa terungkap.
Foto:

Tak hanya kematian, dia menambahkan, sebenarnya angka kesembuhan juga banyak yang belum diperbarui dalam catatan kesembuhan indivdual. Sebab, pihaknya mendapati kasus Covid-19 yang tidak kunjung sembuh padahal sudah selama lebih dari tiga bulan. 

Menurutnya, pemerintah daerah yang kesulitan akses internet membuat mereka tidak rutin memperbarui amgks kesembuhan, sehingga yang sakit tidak kunjung sehat. Ia menambahkan, angka kesembuhan ini bisa berpengaruh dalam kasus aktif. Sebab, ia menjelaskan jumlah kasus aktif adalah jumlah total kasus dikurangi yang sembuh dan meninggal dunia. 

"Bisa jadi total kasus aktif bisa jadi lebih kecil dibandingkan angka yang sekarang dikarenakan jumlah kesembuhannya belum diperbarui dalam sistem individual. Jadi, kalau dilihat bukan hanya jumlah beberapa kematian melainkan kesembuhan yang harus diupdate dan mungkin bisa terjadi perubahan yang signifikan," ujarnya.

Lebih lanjut dia menambahkan, Satgas terus mendorong bagaimana sinkronisasi pusat dan daerah tetap berjalan. Ia menambahkan, koordinasi antara Kemenkes dan Dinkes Provinsi didorong dapat berjalan agar gap data ini dapat semakin kecil, tidak terlalu besar sehingga dapat menggambarkan kondisi di Indonesia yang jauh lebih baik lagi. 

Sebelumnya dalam kurun waktu tiga pekan terakhir, Kementerian Kesehatan merilis angka Kematian akibat Covid-19 yang cenderung tinggi, dengan Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki kontribusi paling besar. Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Panji Fortuna Hadisoemarto menyampaikan berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR) Kementerian Kesehatan, didapati bahwa pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tidak bersifat realtime dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya.

 

“Contohnya laporan kemarin di Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (10/8), dari 397 angka kematian yang dilaporkan, 94 persen diantaranya bukan merupakan angka kematian pada hari tersebut, melainkan rapelan angka kematian dari Juli sebanyak 57 persen dan Juni dan sebelumnya sebanyak 37 persen. Lalu 6 persen sisanya merupakan rekapitulasi kematian di minggu pertama bulan Agustus,” ujar Panji seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (11/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement