Rabu 11 Aug 2021 19:33 WIB

Jubir Luhut: Data Kematian Bukan Dihapus, Tapi Ditangguhkan

Data kematian tak dipakai sementara karena ditemukan banyak distorsi penilaian.

Petugas Public Safety Center 119 (PSC 119) bersama warga mengevakuasi jenazah menggunakan prosedur tetap (Protap) Covid-19 di Jalan Pasir Kaliki Tengah, Coblong, Kota Bandung, Kamis (5/8). Data dari Public Safety Center 119 selama penerapan PPKM Level 4 di Kota Bandung, pelayanan serta penanganan kasus Covid-19 yang ditangani cenderung menurun atau hanya 5 kasus per hari dibandingkan dengan bulan lalu yang bisa mencapai 30 kasus per hari. Sementara data dari situs covid19.bandung.go.id hingga (4/8) pukul 19.05 WIB, tercatat kasus terkonfirmasi Covid-19 sudah mencapai 38.318 kasus dan angka kematian akibat Covid-19 sebanyak 1.286 kasus sementara jumlah pasien yang dinyatakan sembuh sebanyak 30.181 kasus. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas Public Safety Center 119 (PSC 119) bersama warga mengevakuasi jenazah menggunakan prosedur tetap (Protap) Covid-19 di Jalan Pasir Kaliki Tengah, Coblong, Kota Bandung, Kamis (5/8). Data dari Public Safety Center 119 selama penerapan PPKM Level 4 di Kota Bandung, pelayanan serta penanganan kasus Covid-19 yang ditangani cenderung menurun atau hanya 5 kasus per hari dibandingkan dengan bulan lalu yang bisa mencapai 30 kasus per hari. Sementara data dari situs covid19.bandung.go.id hingga (4/8) pukul 19.05 WIB, tercatat kasus terkonfirmasi Covid-19 sudah mencapai 38.318 kasus dan angka kematian akibat Covid-19 sebanyak 1.286 kasus sementara jumlah pasien yang dinyatakan sembuh sebanyak 30.181 kasus. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi menjelaskan perihal tak dimasukkannya angka kematian dalam asesmen level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Menurut Jodi, pemerintah bukannya menghapus data angka kematian, melainkan tak menggunakannya untuk sementara waktu guna menghindari distorsi penilaian.

"Bukan dihapus, hanya tidak dipakai sementara waktu karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi atau bias dalam penilaian," jelasnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Baca Juga

Pemerintah, lanjut Jodi, menemukan bahwa banyak angka kematian yang ditumpuk-tumpuk atau dicicil pelaporannya sehingga dilaporkan terlambat."Jadi terjadi distorsi atau bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah," ujarnya.

Data yang bias itu, menurutnya, menyebabkan penilaian yang kurang akurat terhadap level PPKM di suatu daerah. Namun demikian, Jodi menambahkan, data yang kurang update tersebut juga terjadi karena banyak kasus aktif tidak ter-update lebih dari 21 hari."Banyak kasus sembuh dan angka kematian akhirnya yang belum ter-update," ujarnya.

Untuk mengatasi hal ini, Jodi menegaskan pemerintah terus mengambil langkah-langkah perbaikan untuk memastikan data yang akurat."Sedang dilakukan clean up (perapian) data, diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti akan di-include (dimasukkan) indikator kematian ini jika data sudah rapi," katanya.

Sembari menunggu proses itu, Jodi menuturkan untuk sementara pemerintah masih menggunakan lima indikator lain untuk asesmenyakni seperti BOR (tingkat pemanfaatan tempat tidur), kasus konfirmasi, perawatan di rumah sakit, pelacakan (tracing), pengetesan (testing), dan kondisi sosio ekonomi masyarakat.

Sebelumnya MenkoLuhut menyebut terdapat 26 kota atau kabupaten yang turun dari level 4 ke level 3 dalam penerapan PPKM Level 4 dan 3 yang akan dilakukan pada 10-16 Agustus 2021.Evaluasi tersebut dilakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian karena ditemukan adanya inputdata yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian.Namun dikeluarkannya angka kematian dalam penilaian asesmen PPKM mendapat kritikan banyak pihak.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement