Selasa 10 Aug 2021 04:32 WIB

Menyongsong Prestasi Olimpiade Lebih Baik di Paris

Angkat besi dan panjat tebing bisa jadi harapan emas di Olimpiade Paris 2024.

Selebrasi lifter Indonesia Eko Yuli Irawan sesuai meraih medali perak kelas 61 kg Putra Grup A Olimpiade Tokyo 2020.
Foto:

Dengan semua ini, maka saya memberikan kredit besar bagi Eko Yuli yang konsisten mempersembahkan medali dalam empat Olimpiade meskipun belum bisa meraih emas. Amat sulit menjaga kekuatan tubuh dan api di dada untuk terus memburu prestasi tertinggi. Sebab, olahraga angkat besi rentan menghadirkan kejenuhan. Apalagi banyak godaan di luar sana yang bisa mengalihkan fokus, terutama bagi Eko Yuli yang termasuk atlet berduit karena sejumlah prestasinya pada masa lalu.

Saya tak akan membicarakan bulu tangkis yang selama ini memang jadi andalan emas. Saya memang lebih fokus ke angkat besi karena melihat peluang cukup besar bagi cabor ini berprestasi lebih baik di Olimpiade Paris 2024. Tinggal menjaga kesungguhan para pembina, pelatih, dan atlet untuk mewujudkan prestasi emas tersebut.

Indonesia tak kekurangan lifter berbakat. Tugas pembina, bersama pemerintah, menyediakan fasilitas dan kebutuhan para atlet. Pembina juga mesti menghadirkan kondisi yang kondusif bagi para atlet dan pelatih bekerja.

Baca juga : Studi: Antibodi Penyintas Covid-19 Tetap Stabil 7 Bulan

Tugas pelatih merancang program terbaik dan terencana matang untuk memburu prestasi tertinggi. Pelatih mesti bisa berkoordinasi dengan dokter yang mengawasi atlet dalam merancang program ini. Karena seperti yang sudah ditulis di atas, peluang cedera cukup besar di angkat besi karena otot tubuh dipaksa bekerja maksimal dalam latihan setiap hari. Jangan sampai mendekati Olimpiade atlet justru tak maksimal karena cedera. 

Saat berlomba, peran pelatih juga krusial, terutama saat merancang strategi dalam hitung-hitungan beban angkatan. Salah menghitung, medali yang diburu bisa lenyap. Yang tak kalah penting, pelatih mesti bisa menjaga psikologis atletnya dari serangan jenuh dalam latihan atau kegamangan saat berlomba.. 

Sementara para atlet juga mesti bisa menjaga diri dari gangguan eksternal. Biasanya ketika mulai berprestasi dan uang mulai mengalir ke saku, fokus jadi terganggu. 

Panjat tebing jadi harapan

Kabar baik bagi Indonesia adalah dipisahnya nomor perlombaan panjat tebing di Olimpiade Paris. Pada Olimpiade Tokyo, nomor yang diperlombakan di panjat tebing merupakan kombinasi antara lead (panjat tebing dengan belayer), speed (adu cepat), dan boulder (panjat tebing tanpa pengaman tali). 

Pemanjat Indonesia tidak menembus enam besar dalam ajang pra-kualfikasi IFSC Combined Qualifier 2019 di Toulouse, Perancis, untuk meraih tiket ke Olimpiade Tokyo. Pemanjat yang tampil di pra-kualifikasi itu adalah Aries Susanti Rahayu dan Alfian M. Fajri. Aries hanya menempati posisi ke-16, sedangkan Alfian berada di urutan ke-13. 

Para pemanjat Indonesia umumnya lihai pada nomor speed, bukan di nomor gabungan. Beberapa gelar juara dunia sudah pernah diraih di nomor speed. Aries juara di IFSC Climbing World, China pada 2019 lalu. Saat itu, dia memecahkan rekor dunia nomor speed putri dengan waktu 6,955 detik, melewati catatan pemegang rekor sebelumnya yang dimiliki Yi Ling Song (7,101 detik). Pada tahun yang sama, Alfian menjadi juara dunia dalam kejuaraan IFSC Climbing World Cup nomor speed putra di Prancis.

Indonesia juga punya dua atlet muda, yakni Veddriq Leonardo dan Kiromal Katibin. Mereka mencetak rekor dunia pada ajang IFSC Climbing World Cup 2021 di Salt Lake City, Amerika Serikat (AS), beberapa waktu lalu. Dalam ajang itu, Veddriq yang melawan Kiromal, mampu mencatatkan waktu 5,208 detik. Catatan waktu ini sekaligus menjadi rekor baru setelah sebelumnya dipecahkan oleh Kiromal.

Atas prestasi inilah Kemenpora menjadikan panjat tebing salah satu dari lima olahraga prioritas yang ditargetkan meraih prestasi terbaik pada Olimpiade. Empat lainnya, yakni bulu tangkis, menembah, panahan, dan angat besi.

Untuk panjat tebing ini saya percaya kita bisa menorehkan prestasi maksimal di Paris. Selama pembinaan yang sudah berjalan dipertahankan bahkan ditingkatkan. Sambil mewaspadai ancaman dari negara-negara lain yang juga terpacu melihat adanya potensi emas dari sini.

Untuk panjat tebing yang menjadi kerisauan saya lebih kepada faktor eksternal di luar atlet. Semoga tidak ada pihak-pihak yang memanfaatkan potensi panjat tebing untuk mengatrol popularitas dan kepentingan pribadi dengan masuk ke kepengurusan Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI). Apalagi kepengurusan yang sekarang masa baktinya akan berakhir pada 2023. Sementara 2024 akan ada kontestasi politik nasional di Indonesia.

Semoga juga tidak ada konflik pelatih dengan pengurus, atlet dengan pengurus, atlet dengan pelatih atau paling buruk, dualisme kepengurusan di FPTI. Di Indonesia, perkara semacam ini kerap terjadi, bahkan untuk cabor yang belum berprestasi dunia. Apalagi panjat tebing nantinya akan jadi sorotan.

Semoga kekhawatiran ini tak terjadi. Sebab kita rindu emas, tak hanya dari bulu tangkis. Semoga angkat besi dan panjat tebing bisa mewujudkan itu di Paris tiga tahun lagi. Sehingga posisi kita di klasemen medali akan lebih baik lagi tiga tahun lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement