REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pemahaman masyarakat terkait kesetaraan gender sangat memengaruhi sikap sejumlah pihak terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Upaya peningkatan pemahaman kesetaraan gender pun dapat diwujudkan lewat pencapain target Sustainable Development Goal's (SDGs).
"Tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) harus dilihat secara holistik, sehingga sejumlah target, termasuk kesetaraan gender, dapat segera dicapai," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Kesetaraan Gender Sebagai Bagian dari Cita-Cita Pembangunan Berkelanjutan, Rabu (4/8).
Menurut Lestari, berbagai upaya harus dilakukan para pemangku kepentingan dan segenap lapisan masyarakat dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kesetaraan gender.
Apalagi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, pemahaman kesetaraan gender di masyarakat Indonesia terbilang rendah. Hal itu diindikasikan dengan berlarut-larutnya proses pembahasan RUU PKS, yang salah satu soal yang dipertentangkan terkait dengan permasalahan gender.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, berharap negara berkomitmen kuat dalam mewujudkan peningkatan pemahaman masyarakat terkait kesetaraan gender, yang merupakan bagian dari SDGs.
Karena SDGs, jelas Rerie, adalah sebuah peta jalan bangsa-bangsa di dunia untuk meningkatkan kesejahteraan negara-negara di dunia dan Indonesia adalah salah satu negara yang berkomitmen untuk menjalankannya.
Rerie mengajak, semua pihak tanpa melihat sekat partai politik, golongan dan agama, untuk bahu membahu lewat gerakan peningkatan pemahaman kesetaraan gender di masyarakat dan mendorong segera lahir Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, untuk melindungi bangsa ini dari ancaman kekerasan seksual yang terus meningkat di tanah air.
Pakar hukum pidana Universitas Pattimura Ambon, Dr Elsa RM Toule, berpendapat mekanisme perlindungan terhadap kekerasan seksual bisa diberikan dalam berbagai upaya yaitu preemtif, preventif dan represif.