Sabtu 31 Jul 2021 13:16 WIB

Kalau Pemerintah Konsisten, PPKM Level 4 Harus Dilanjutkan!

Beranikah pemerintah perpanjang PPKM Tingkat 4 kembali?

Satpol PP D.I Yogyakarta mencopot bendera putih yang dipasang Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro usai aksi
Foto:

Cakkania 

Makanya, jangan  ada lagi  pihak yang " Cakkania ",  bahasa Bugis untuk menyebut gede rasa atau gede rumengso dalam bahasa Jawa.  Belum - belum sudah bilang sukses dan terkenali. 

Koordinator PPKM Jawa Bali, Luhut Binsar Panjaitan  saja pun sempat gentar atas  kedahsyatan virus varian baru Delta menggempur dunia. Bayangkan, seorang Luhut, komandan tempur  tangguh, mengklaim tidak pernah gagal dalam tugas, bisa gentar juga.

Aksi unjuk rasa berbagai lapidan masyarakat terhadap PPKM istirahat dulu lah.  Rasional saja. Aksi -aksi unjuk rasa yang mengumpulkan massa berpotensi besar menjadi kluster baru.  Apalagi, pemerintah  sudah mulai menyalurkan  bantuan sosial kepada puluhan juta rakyat yang terdampak di seluruh Indonesia. Lebih bermanfaat energi pengunjuk rasa disalurkan untuk memastikan bantuan sampai kepada yang berhak. 

Kalau pun naluri aktivis berkecamuk di ubun- ubun salurkan protes di media sosial. Tiru kiat mahasiswa BEM UI melampiaskan lewat meme. Murah, aman, sehat, dan efektif. Terbukti cepat mendapat perhatian dari Presiden. 

Imbauan ini juga berlaku bagi relawan  pendukung pemerintah, ngaso dulu. Sudah dong, kasihan  Pak Jokowi. Masak dibebani  terus suruh memutuskan kebijakan sesuai aspirasi relawan. Tidak ada itu PPKM bisa menjungkal Presiden Jokowi dari kursinya. Siapa pula yang mau mengganti Presiden di tengah jalan dengan kondisi negara diamuk virus begini? Kita khawatir malah banyak menteri anggota kabinet " menyesal " dengan jabatannya sekarang. Kecuali tentu pejabat  yang memiliki integritas, harga mati  rela  mengabdikan  untuk kemaslahatan bangsa.

PPKM di luar Jawa Bali 

Apa kabar PPKM di luar Jawa dan Bali ? Di beberapa daerah yang disorot masyarakat malah poster-poster raksasa Koordinator PPKM luar Jawa dan Bali, Airlangga Hartarto. Di tenggarai poster Menko Perekonomian itu lebih mengisyaratkan hanya kampanye peluang dia sebagai Ketua Umum Golkar untuk jadi Presiden 2024. Tidak ada yang berkaitan langsung dengan penanggulangan penularan virus Covid19. 

Presiden Jokowi sendiri pun mengutarakan kecemasannya pada peningkatan kasus positif dan angka meninggal di daerah yang menjadi tanggung jawab Airlangga.  

Sebagai contoh, Provinsi Riau dan Kalimantan Timur -- bakal calon Ibu Kota Negara -- sudah berbulan - bulan bertengger di sepuluh besar kasus positif terbesar. Update data 30 Juli, kasus positif di Riau sebesar 1667, sembuh 909 dan wafat 43. Kalimantan Timur kasus positif 2364, sembuh 1.412, dan meninggal. Kedua daerah itu menempati posisi nomer 7 dan nomer 5 dalam daftar 10 daerah dengan kasus positif terbesar. 

Lebih mencemaskan lagi dalam data web Laporcovid19.org bulan Juni -Juli, hanya DKI yang melaporkan kematian warga yang isolasi mandiri atau di luar RS. Di luar Jakarta, tidak ada laporan. Itu juga  mencemaskan, pada kemungkinan angka warga yang wafat lebih besar dari laporan yang dilaporkan selama ini.

Takut ke luar uang 

Apa yang terjadi di daerah,  menarik mencatat temuan  Prof Wiku Adi Sasmita, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid19. Beberapa hari lalu di WAG "Diskusi Covid - Pemred" ia mencoba memetakan  problem  penanganan Covid19 di beberapa daerah.

Katanya,  hampir  semua pimpinan daerah takut mengeluarkan dananya karena kelengkapan dokumen legal mulai dari Peraturan/SK dll harus ada dulu. Selain itu, masih kurangnya inisiatif pimpinan daerah. Akibatnya, terjadi penyerapan dana  masih rendah. Padahal, rapat  koordinasi daring saja pun dengan pimpinan Pusat bisa jadi dasar hukum. Itu merupakan aturan baru yang tidak biasa tapi membuat mereka ragu. 

"Meski hal itu sudah disampaikan oleh Presiden dan Menteri Koordinator," papar Juru Bicara Satgas Covid19 itu. 

Menurutnya, tantangan nasional kita adalah kepemimpinan  kolektif di daerah (level paling penting adalah Kel/Desa, kemudian ke atas Kab/Kota dan Provinsi). Mereka bervariasi dan masih minim inisiatif dan tanggung jawab kolektif. Kita sudah mendorong pembuatan Posko dan Satgas di tingkat Mikro Desa/Kelurahan. Tapi progresnya masih lambat. Di DKI  100% Kelurahan sudah terbentuk satgas dan poskonya. Sampai dengan minggu lalu, Jawa-Bali baru terbentuk 12 ribu dan masih ada 11 ribu Kel/Desa belum ada poskonya dan laporannya (kinerja laporan harian juga kami pantau), " terangnya.

Posko dan Satgas Kel/Desa adalah  ujung tombak untuk deteksi dini kasus dan respons awal. Fungsinya ada 4: Pencegahan, Penanganan (3T), Pembinaan, Pendukung. Dana sudah dialokasikan dari dana desa dan dana daerah. Mungkin ini yang perlu disosialisasikan masif ke seluruh Indonesia. Inilah pertahanan semesta kita.

Begitulah petabumi penanganan Covid19 di Tanah Air. Seperti disebut di awal, tiada jalan lain, selain meneruskan PPKM sampai, minimal target kasus positif di bawah 10 persen tercapai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement