Jumat 30 Jul 2021 14:19 WIB

Dosen Kriminolog UI: Kejahatan Siber Marak Saat Pandemi

Keuntungan pelaku kejahatan siber adalah anonimitas.

Dosen Kriminolog UI: Kejahatan Siber Marak Saat Pandemi. Barang bukti kejahatan siber digelar di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (31/7).
Foto: Republika/Taufiq Alamsyah Nanda
Dosen Kriminolog UI: Kejahatan Siber Marak Saat Pandemi. Barang bukti kejahatan siber digelar di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Dosen Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Bhakti Eko Nugroho menyatakan kejahatan siber pada masa pandemi semakin marak. Modusnya, antara lain meminta sumbangan mengatasnamakan korban pandemi, pencurian data, dan pembobolan rekening.

"Hal ini harus diwaspadai mengingat tindak kejahatan ini semakin masif," kata Bhakti dalam keterangannya, Jumat (30/7).

Baca Juga

Bhakti mengatakan hal tersebut dalam webinar yang diselenggarakan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan tema "Modus Baru Cyber Crime di Tengah Pandemi Covid-19". Kejahatan siber adalah segala aktivitas ilegal yang digunakan pelaku kejahatan dengan menggunakan teknologi sistem informasi jaringan komputer yang secara langsung menyerang teknologi sistem informasi korban.

Namun, secara lebih luas kejahatan siber bisa diartikan sebagai segala tindak ilegal yang didukung dengan teknologi komputer. "Target pelaku adalah device atau hardware atau software atau data personal dari korban. Sifat kejahatan siber adalah baik pelaku maupun korban sama-sama invisible atau tidak terlihat.

 

Hal ini yang membuat kejahatan siber punya kompleksitas sendiri. "Pelaku potensial bisa dari kelompok yang geologis atau kelompok yang berbisnis secara ilegal dan individu tertentu," ujar Bhakti.

Bhakti menjelaskan keuntungan pelaku di aktivitas kejahatan siber adalah anonimitas pelaku dengan lebih mudah menyembunyikan identitas mereka, kemudian ketika pelaku melaksanakan kejahatan di ruang siber ada jeda waktu yang memungkinkan pelaku lebih leluasa menghilangkan barang bukti agar mengecoh dan mencegah upaya yang dilakukan penegak hukum. Pengguna internet setiap tahun semakin meningkat.

Pandemi Covid-19 berdampak pada perubahan pola hidup masyarakat Indonesia yang cenderung lebih banyak mengandalkan internet. Tentunya ada sisi positif dari penggunaan internet yang tinggi, namun dari sisi negatifnya internet atau teknologi informasi ini menjadi alat baru yang digunakan pelaku kejahatan untuk merugikan orang lain.

Menurut data Polri pada bulan April 2020 sampai Juli 2021, setidaknya ada 937 kasus yang dilaporkan. Dari 937 kasus tersebut ada tiga kasus dengan angka tertinggi, yaitu kasus provocative, hate content, dan hate speech yang paling banyak dilaporkan, sekitar 473 kasus. Kemudian disusul penipuan online 259 kasus dan konten porno 82 kasus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement