Rabu 28 Jul 2021 14:59 WIB

Tuntutan 11 Tahun untuk Juliari yang Dinilai Berbelit-belit

Jaksa menilai Juliari terbukti menerima Rp 32,48 miliar suap pengadaan bansos Covid.

Terdakwa mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara.
Foto:

Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya mendesak KPK menuntut maksimal, yakni seumur hidup penjara, terhadap Juliari. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyebut ada empat alasan sebelum tiba pada  desakan tersebut. Pertama, saat melakukan kejahatan, Juliari mengemban jabatan sebagai pejabat publik.

"Maka, berdasarkan Pasal 52 KUHP, pemberatan hukuman mesti diakomodir oleh jaksa penuntut umum," tegas Kurnia dalam keterangannya, Selasa (27/7).

Kedua, Juliari melakukan praktik suap-menyuap di tengah kondisi wabah Covid-19 sedang melanda Indonesia. Praktik culas ini tentu tidak bisa dimaafkan, dapat dibayangkan, kala itu, empat hari sebelum tangkap tangan KPK – 1 Desember 2020 – setidaknya 543 ribu orang telah terinfeksi Covid-19 dan 17 ribu nyawa melayang.

Tidak hanya itu, Indonesia pun resmi resesi pada awal November. Sebagai Menteri Sosial, tentu Juliari memahami situasi tersebut. Ketiga, saat proses persidangan berlangsung, Juliari belum pernah sekali pun mengakui perbuatannya. Padahal, pengadilan telah memutus bersalah pihak penyuap Juliari, salah satunya Ardian Iskandar.

Keempat, korupsi yang dilakukan Juliari langsung berdampak pada masyarakat. Mulai dari tidak mendapatkan bansos, kualitas bahan makanan buruk, hingga kuantitas penerimaan berbeda dengan masyarakat lain.

"Berangkat dari poin-poin di atas, jika KPK menuntut rendah Juliari, maka dugaan publik selama ini terkonfirmasi, yakni KPK ingin melindungi pelaku korupsi bansos," ujar Kurnia.

Berdasarkan catatan ICW, proses penanganan korupsi bansos di KPK dapat dikategorikan sangat buruk. Betapa tidak, indikasi KPK akan melokalisir perkara agar berhenti pada Juliari sangat kuat.

Kemudian proses penggeledahan KPK seringkali tidak menghasilkan temuan apapun. Dugaannya mengerutu pada dua hal, yaitu: kebocoran informasi di internal KPK atau penggeledahan yang tak kunjung dilakukan, padahal izin sudah diberikan oleh Dewan Pengawas.

ICW juga mensinyalir Pimpinan KPK maupun Dewan Pengawas merasa terganggu dengan proses hukum perkara bansos. Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya Tes Wawasan Kebangsaan yang memberhentikan dua Penyidik perkara bansos (Andre Dedy Nainggolan/Kasatgas Penyidikan dan M Praswad Nugraha) dan putusan etik Dewan Pengawas terhadap penyidik.

Pada Februari lalu, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menilai, mantan menteri KKP Edhy Prabowo serta mantan mensos Juliari Peter Batubara, pantas dituntut mati. Ada dua landasan alasan kedua tersangka mantan menteri itu pantas mendapatkan hukuman mati.

Kedua bekas menteri itu telah ditetapkan sebagai tersangka terkait perkara suap oleh KPK. "Bagi saya mereka layak dituntut pasal 2 ayat 2 Tipikor yang mana pemberatannya sampai pidana mati," kata Edward Omar Sharif Hiariej saat menjadi pembicara dalam sebuah seminar yang disiarkan akun YouTube Kanal Pengetahuan FH UGM, Selasa (16/2).

Adapun Ketua KPK Komjen Polisi Firli Bahuri juga pernah menyatakan, Menteri Sosial Juliari Batubara bisa diancam dengan hukuman mati. Ancaman hukuman mati bisa diberikan kepada Juliari jika terbukti melanggar Pasal 2 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Ya, kita paham bahwa di dalam ketentuan UU Nomor 31 tahun 1999 pasal 2 yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain, melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati," ujar Firli di Gedung KPK, Ahad (6/12) dini hari, saat pengumuman status tersangka Juliari.

Namun kini, Juliari telah dituntut 11 tahun penjara oleh KPK. Sementara, Edhy Prabowo pada 15 Juli lalu telah menjalani sidang vonis dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.

 

photo
Edhy dan Juliari Layak Dituntut Mati - (Infografis Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement