REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah pusat kembali mengingatkan pemerintah daerah untuk terus mengampanyekan protokol kesehatan 3M. Yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan pakai sabun di era PPKM Level.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan tiga hal kepada Menko Marves Luhut Pandjaitan. Pertama, ada keputusan final istilah prokes untuk disampaikan ke masyarakat.
Pasalnya, kata dia, di Jabar kampanye yang berjalan adalah 5M, yakni 3M plus menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. Jika ada perubahan istilah Ridwan Kamil khawatir masyarakat bingung.
"(Kampanye) Di bawah sudah bukan 3M tapi 5M. Jadi spanduk di desa-desa itu bahasa publiknya sudah lama 5M bukan 3M. Jadi kalau sekarang harus balik lagi dari 5M ke 3M, tidak masalah juga. Cuma nanti ada pertanyaan dari publik berarti 2M yang kemarin itu gimana," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, akhir pekan ini.
Kedua, kata dia, terkait penggunaan istilah adaptasi kebiasaan baru (AKB). Jika pemerintah kembali menggunakan istilah ’new normal’ maka akan kembali seperti 2020 ketika pertama kali pemerintah melonggarkan kebijakan PSBB.
“Mohon izin kita hindari juga kata new normal lagi Pak. Sudah disepakati juga narasinya adaptasi kebiasaan baru (AKB). Jadi kalau menarasikan kembali dengan kalimat new normal balik lagi ke istilah tahun 2020," katanya.
Ketiga, kata dia, Emil mendorong penggunaan aplikasi dan teknologi yang sama dalam memantau mobilitas masyarakat, agar tidak ada perbedaan data antara pemerintah pusat dengan pemda.
Emil mencontohkan, disiplin pakai masker dan jaga jarak jika mengacu pada data aplikasi pemantauan, tingkat kedisiplinan warga Jabar dalam memakai masker adalah 86 persen, dan menjaga jarak 83 persen.
Namun, kata dia, data tersebut berbeda dengan data berdasarkan aplikasi pemantauan yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Karena tingkat kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan berada di bawah 75 persen.
Emil pun tidak mempermasalahkan penggunaan teknologi dari Google, Facebook, dan lain- lain. Namun cara mengukurnya harus satu patokan agar tidak ada perbedaan data. Sebab, pejabat publik di daerah harus terus berkomunikasi dengan masyarakat sehingga datanya harus sinkron. "Mohon izin kepada Kepala BNPB (teknologi) perlu disinkronisasi," katanya.