REPUBLIKA.CO.ID, oleh Iit Septyaningsih, Dedy Darmawan Nasution, Antara
Pemerintah telah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak awal Juli dan memperpanjangnya hingga 25 Juli mendatang. Perpanjangan PPKM membuat pengusaha meminta agar pemerintah memberi kelonggaran ke sejumlah sektor dengan tujuan agar roda ekonomi terus berputar.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, meminta pemerintah mengizinkan perusahaan manufaktur sektor esensial dan penunjangnya beroperasi. Setidaknya dengan kapasitas karyawan operasional 100 persen serta karyawan penunjang 25 persen.
"Dalam hal ini (beroperasi), perusahaan harus tetap mengikuti protokol kesehatan secara ketat. Lalu melaporkan kegiatannya secara berkala pada Kementerian Perindustrian (Kemenperin)," kata Hariyadi dalam konferensi pers virtual, Rabu (21/7).
Ia berharap pemerintah mempertimbangkan usulan tersebut. Terutama bagi perusahaan yang sudah melakukan vaksinasi terhadap karyawannya.
Dia juga meminta pemerintah memperhatikan perusahaan manufaktur yang telah memiliki kontrak komitmen memenuhi kebutuhan perusahaan lain, yang berada di lingkup nasional maupun internasional. Jika tidak memenuhi kontrak tersebut, perusahaan bersangkutan bisa terkena denda. "Perusahaan pun memiliki kepentingan mempertahankan produk-produk domestik untuk substitusi impor berupa bahan baku dan bahan penolong produksi," tutur dia.
Perusahaan, lanjut Hariyadi, juga berkepentingan mempertahankan pendapatan karyawan. Apindo, sambungnya, ingin pula pemerintah dapat mengizinkan industri manufaktur non-esensial dan penunjangnya bisa tetap beroperasi dengan kapasitas maksimal karyawan operasional 50 persen dan karyawan penunjang 10 persen.
"Nantinya apabila telah boleh beroperasi, protokol kesehatan di perusahaan bisa diaudit secara berkala baik oleh pemerintah, pihak swasta, maupun pelanggan. Kemudian kalau terdapat karyawan di perusahaan manufaktur esensial yang positif Covid-19, perusahaan akan melakukan evaluasi secara cepat dan menurunkan kapasitas karyawan operasional," ujar dia.
Begitu pun jika terdapat karyawan di perusahaan manufaktur non-esensial yang positif Covid-19, perusahaan akan melakukan evaluasi secara cepat. Sekaligus menurunkan kapasitas menjadi 25 persen karyawan operasional dan 5 persen karyawan penunjang.
Keringanan juga diharapkan dari sektor pusat perbelanjaan. Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta pemerintah bisa memberikan subsidi 50 persen gaji untuk pekerja lantaran kebijakan PPKM Darurat mengharuskan pusat belanja atau mal harus tutup sepenuhnya.
"Kami berharap pemerintah bisa membantu subsidi gaji pegawai sebesar 50 persen, kurang lebih. Subsidi ini tidak perlu diberikan kepada pusat belanja tapi bisa langsung diberikan kepada para pekerja melalui misalnya BPJS Ketenagakerjaan ataupun mekanisme lain," kata Ketua APPBI, Alphonzus Widjaja, Rabu (21/7).
Menurut Alphonzus, bantuan subsidi gaji akan sangat membantu pihaknya untuk mencegah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pasalnya, pusat belanja sama sekali tak bisa beroperasi dengan kebijakan PPKM Darurat yang telah berlaku sejak 3 Juli 2021.
Ia menjelaskan kondisi terkini para pekerja di pusat perbelanjaan sebagian sudah dirumahkan meski masih dibayar penuh. Dirumahkannya karyawan dilakukan karena pusat belanja masih harus ditutup seiring dengan kebijakan PPKM Darurat.
"Tahap kedua, kalau PPKM diperpanjang, pekerja akan dirumahkan dengan gaji tidak dibayar penuh dan opsi terakhir adalah PHK. Ini tergantung seberapa lama PPKM Darurat berlangsung. Kami berharap opsi ketiga ini tidak harus terjadi," katanya.
Alphonzus berharap pemerintah juga bisa memberikan relaksasi dan subsidi lainnya, seperti listrik, gas, pajak reklame hingga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Menurut dia, biaya-biaya tersebut harus ditanggung pengusaha dengan besaran yang sama.
Padahal pusat perbelanjaan tidak diperkenankan untuk buka. "Kami sepenuhnya mendukung kebijakan pemerintah, tapi kami juga harap pemerintah bisa bantu pusat perbelanjaan. Pada saat PPKM Darurat ini pun kami harus banyak beri bantuan kebijakan ke penyewa karena mereka tidak bisa operasi, tapi di sisi lain banyak biaya yang dibebankan tetap harus ditanggung, nilainya tidak berubah meski pusat belanja tutup," ujarnya.
Dengan tanggungan tersebut, Alphonzus mengungkapkan kondisi keuangan perusahaan pun kian berat. Sejak 2020 perusahaan telah menggunakan dana cadangan untuk menopang operasional.
"Memang benar sebelum lonjakan kasus positif, di semester I 2021 kondisi sudah lebih baik dari 2020 tapi di semester I kemarin hanya boleh operasi 50 persen jadi tetap defisit. Jadi setelah tidak punya dana cadangan, memasuki 2021 tanpa dana cadangan kondisinya masih defisit ditambah PPKM Darurat," ungkapnya.
Alphonzus juga menilai kebijakan PPKM Darurat tidak hanya berdampak kepada pusat perbelanjaan atau penyewa saja tetapi juga banyak usaha non-formal di sekitarnya, mulai dari warung kecil, ojek, kos-kosan hingga parkir yang memang bergantung dari para pekerja di mal. "Selama pusat perbelanjaan tutup mereka kehilangan pelanggannya, para pekerja di pusat belanja," katanya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, mengatakan, dunia usaha meliputi sektor ritel, manufaktur, perhotelan, dan lainnya terdampak berat akibat PPKM Darurat. "Sudah pasti ekonomi growth turun. Ini memang berat kesehatan penting tapi ekonomi penting, bagaimana kita antisipasinya," ujar Arsjad dalam konferensi pers virtual, Rabu (21/7).
Saat ini diperlukan keseimbangan antara penanganan kesehatan dan ekonomi. "Kita mengerti penting sekali fokus dalam kesehatan tapi roda ekonomi tidak bisa setop harus jalan, kalau tidak, dampak sosialnya akan berat sekali. Kami yakin pemerintah sangat open," tutur dia.
Jika ekonomi berhenti, lanjutnya, bagaimana kondisi para pekerja, baik pekerja formal maupun informal. Sebab, tidak semua orang memiliki tabungan.