Senin 12 Jul 2021 15:02 WIB

Firli Pastikan Periksa Anies Terkait Kasus Pengadaan Tanah

Anies rencananya dimintai kesaksian terkait perkara dugaan korupsi pengadaan tanah.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Mas Alamil Huda
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memastikan akan segera memeriksa Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Anies rencananya akan dimintai kesaksian terkait perkara dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur.

"Dalam penyusunan program anggaran APBD DKI tentu Gubernur DKI sangat memahami," kata Firli Bahuri di Jakarta, Senin (12/7).

Firli mengatakan, pemanggilan serupa juga akan dilakukan terhadap rekan kerja Anies di DPRD DKI Jakarta. Dia melanjutkan, hal itu tak lepas dari kewenangan anggota dewan dalam menetapkan RAPBD menjadi APBD sehingga mereka tentu mengetahui alokasi anggaran pengadaan lahan di DKI.

"Jadi perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang," katanya.

Komisaris Jenderal Polisi itu menegaskan bahwa KPK akan mendalami semua informasi untuk mengungkap semua pihak yang diduga terlibat, baik dari kalangan legislatif maupun eksekutif. Dia mengatakan, hal ini menyusul dugaan kerugian negara akibat anggaran pengadaan lahan tersebut sangat besar.

"Jadi siapapun pelakunya yang terlibat dengan bukti yang cukup kami tidak akan pandang bulu karena itu prinsip kerja KPK," katanya.

Dia mengatakan, KPK bekerja dengan dasar bukti dan kecukupan bukti. Mantan deputi penindakan KPK itu mengaku akan mencari dan mengumpulkan bukti-bukti guna membuat terangnya peristiwa pidana hingga menemukan para tersangka yang terlibat.

Menurut Firli, KPK juga bekerja dengan menjunjung tinggi asas-asas tugas pokok KPK kepentingan umum, kepastian hukum, keadilan, transparan, akuntabel, proporsional dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

"Tidak boleh menetapkan tersangka tanpa bukti yang cukup dan setiap tersangka memiliki hak untuk mendapat pemeriksaan dengan cepat dan segera diajukan ke peradilan," katanya.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Direktur Utama (Dirut) nonaktif PT Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan; Direktur serta Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian dan Anja Runtunewe, serta dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI). KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi.

Kasus bermula sejak adanya kesepakatan penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di Kantor Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana di hadapan notaris antara pihak pembeli yakni Yoory C Pinontoan dengan pihak penjual yaitu Anja Runtunewe pada 8 April 2019.

Masih di waktu yang sama, juga langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp 108,9 miliar ke rekening bank milik Anja Runtunewe pada Bank DKI. Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya kepada Anja Runtunewe sekitar sejumlah Rp 43,5 miliar.

Uang tersebut diperuntukan, untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Cipayung, Jakarta Timur. Akibat perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar.

Sementara, pembelian tanah dilakukan agar dapat diperuntukan bagi Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta. Dari sembilan objek pembelian tanah yang diduga di-markup, salah satunya yakni pembelian tanah seluas 41.921 meter persegi yang berada di kawasan Munjul, Pondok Ranggon.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement