REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengungkap sulitnya merekrut tenaga relawan kesehatan. Relawan dibutuhkan untuk membantu penanganan pasien di sejumlah fasilitas layanan kesehatan di daerah yang saat ini mengalami lonjakan.
"Pemerintah telah berupaya untuk menambah tenaga atau relawan. Tetapi di tingkat pusat, ini barusan saya dapat info untuk di Wisma Haji (Jakarta Timur) perlu 450 orang, itu baru perawat saja, belum yang lainnya," kata Ketua PPNI, Harif Fadilah, saat konferensi pers secara virtual yang dipantau di Jakarta, Jumat.
PPNI melaporkan, jumlah lulusan tenaga kesehatan di Jabodetabek saat ini berkisar 3.200 orang. "Baru dua hari ini kami hubungi 350-an orang, belum ada satu pun yang mau jadi relawan," katanya.
Situasi itu dipicu karena 85 persen lulusan nakes di Jabodetabek sudah bekerja, 10 persen lainnya sudah jadi relawan dan 5 persen dipengaruhi kondisi lain seperti tidak diizinkan orang tua, atau tidak berminat dan lain sebagainya. "Oleh karena itu, saya kira kalau dari sisi lulusan baru, tampaknya kita akan krisis tenaga. Sampai hari ini saya melihat belum bisa memenuhi jumlah, sedangkan yang 3.200 saja itu baru terpenuhi 750 orang," katanya.
Harif menambahkan, berbagai fasilitas pelayanan kesehatan sedang membutuhkan tambahan tenaga menyusuladanya laporan, rata-rata 25 persen nakes di rumah sakit swasta terkonfirmasi positif Covid-19, sehingga terjadi pengurangan tenaga. "Situasi yang sama juga dialami pelayanan di Puskesmas. Perawat juga harus multitalenta menangani bidang dan tugas di luar keperawatan. Itu yang memberikan tekanan besar," katanya.
Belum lagi peran perawat yang ditugaskan menangani program vaksinasi dengan target nasional mencapai 1 juta dosis per hari. "Jadi hampir semuanya ini kita terlibat di sana dan itu menjadikan beban tambahan terhadap pekerjaan yang harus kita lakukan di masa pandemi ini. Tentu harus menjadi perhatian," katanya.