REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung mengungkapkan kebutuhan oksigen untuk di rumah sakit dan puskesmas saat ini masih sangat tinggi dibandingkan dengan jumlah pasokan. Sejumlah strategi dilakukan agar kebutuhan oksigen di rumah sakit dan puskesmas terpenuhi.
"Kebutuhan belum seimbang dengan pasokan, rumah sakit ditambah menambah bed karena pasien diluar signifikan meningkat 5 kali lipat. Penambahan bed tidak diimbangi kenaikan oksigen tapi untuk data dinas kesehatan kebutuhan di 70.790 ribu meter kubik termasuk puskesmas data dapat dari dinkes," ujar Kepala Disdagin Kota Bandung, Elly Wasliah saat Bandung Menjawab, Kamis (8/7).
Meski kebutuhan oksigen lebih tinggi dibandingkan pasokan, namun pihaknya bersama stasiun pengisian oksigen berusaha mengatur pasokan oksigen agar terjamin di rumah sakit dan puskesmas. Ia mengatakan instalansi gawat darurat (IGD) di sejumlah rumah sakit yang sempat ditutup akibat keterbatasan oksigen mulai dibuka kembali secara perlahan.
"Alhamdulillah sampai hari ini bisa mengatur jadwal pengaturan oksigen sehingga beberapa rumah sakit IGDnya yang ditutup seperti RSKIA, RSUD dan Al Islam mulai dibuka," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya juga mendapatkan bantuan oksigen dari Pemprov Jabar yang diperoleh dari PT Pupuk Sriwijaya sebanyak 10 ton. Pihaknya pun mendorong agar perusahaan-perusahaan mengeluarkan CSR dengan menyalurkan oksigen.
Elly melanjutkan, saat ini terdapat lima stasiun pengisian oksigen di Kota Bandung yang mendistribusikan oksigen ke seluruh rumah sakit. Mereka menyalurkan oksigen 100 persen untuk rumah sakit.
Ia mengatakan, kapasitas produksi masing-masing stasiun pengisian oksigen berbeda-beda. Pt Aneka Gas Industri dan Samator Gas Industri bisa memproduksi 7.000 hingga 8.000 meter kubik atau setara 1.100 tabung medis 6 meter kubik.