Kamis 01 Jul 2021 17:26 WIB

Satu dari Tiga Perempuan Pernah Alami Kekerasan

Kekerasan, baik fisik maupun seksual, yang dialami perempuan masih memprihatinkan.

Rep: Inas Widyanuratikah / Red: Ratna Puspita
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) Ratna Susianawati mengatakan kekerasan pada perempuan di Indonesia masih memprihatinkan. Setidaknya, satu dari tiga perempuan pernah mengalami kekerasan. (Ilustrasi perempuan rentan jadi korban kekerasan)
Foto: Republika
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) Ratna Susianawati mengatakan kekerasan pada perempuan di Indonesia masih memprihatinkan. Setidaknya, satu dari tiga perempuan pernah mengalami kekerasan. (Ilustrasi perempuan rentan jadi korban kekerasan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) Ratna Susianawati mengatakan kekerasan pada perempuan di Indonesia masih memprihatinkan. Setidaknya, satu dari tiga perempuan pernah mengalami kekerasan. 

"Berdasarkan survei pengalaman hidup perempuan nasional 2016 lalu, menunjukkan bahwa satu dari tiga perempuan Indonesia usia 15-44 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual," kata Ratna, dalam Peluncuran Laporan SWOP 2021 Otonomi Tubuh: Tubuhku Adalah Milikku, Kamis (1/7). 

Baca Juga

Data ini kemudian dilanjutkan dengan survei nasional pengalaman hidup anak dan remaja tahun 2018. Survei lanjutan ini menunjukkan dua dari tiga anak Indonesia berusia 13-17 tahun mengaku pernah mengalami kekerasan. 

Ratna mengatakan, data ini menjadi pijakan bagi seluruh rakyat Indonesia bahwa persoalan kekerasan harus menjadi prioritas. Penyelesaian kekerasan pada anak dan perempuan ini harus dilakukan dengan sinergi antarkementerian dan lembaga. Tentunya dukungan juga menjadi sangat penting. 

Selain itu, berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan (Simfoni PPA) sepanjang 2020 terdapat 14.821 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. "Di mana kekerasan terhadap perempuan hampir 7.464 kasus, dimana kekerasan terhadap anak semakin meningkat. Persentase tertinggi adalah 60,75 persen adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," kata dia menambahkan. 

Ia mengatakan di era digitalisasi berbagai modus dan upaya yang dikembangkan oleh oknum tidak bertanggung jawab semakin beragam. Kekerasan berbasis gender daring dengan memanfaatkan media sosial juga semakin marak terjadi. 

"Tentunya ini menjadi tantangan kita semua seiring dengan platform media sosial yang semakin menjadi kuat saat ini, tentunya kasus-kasus kekerasan berbasis gender online menjadi bagian yang harus kita antisipasi," kata Ratna menegaskan. 

Menurutnya, salah satu indikator penting yang harus diperhatikan pemerintah dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan nasional adalah perubahan pola pikir dan paradigma. Khususnya mengenai upaya sinergitas dan kolaborasi untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat termasuk di dalamnya tentang kesetaraan gender. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement