Kamis 01 Jul 2021 14:17 WIB

Menunda DAU untuk Daerah yang tak Anggarkan Insentif Nakes

Ada 68 daerah yang tidak alokasosikan anggaran untuk insentif nakes.

Sejumlah perawat bersiaga dengan mengenakan alat pelindung diri di Instalasi Gawat Darurat khusus penanganan COVID-19. Pemerintah pusat diminta tegas beri sanksi ke pemerintah daerah soal insentif nakes.
Foto:

Apresiasi kepada nakes penting karena tidak sedikit nakes yang bahkan mengorbankan nyawanya karena berada di garda terdepan pengananan Covid-19. Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah, mengatakan, sebanyak 325 perawat meninggal dunia akibat Covid-19. Berdasarkan data nasional per 25 Juni, total kasus meninggal karena Covid-19 sudah mencapai 56.371 kasus.

"Tepatnya 325. Jadi setelah di Wisma Atlet itu ada tiga lagi. Satu di Yogyakarta, satu Jakarta, satu Karawang. Itu data yang masuk ke kami. Mereka meninggal dan dinyatakan Covid," ujar Harif dalam diskusi bertajuk Covid Gawat Darurat pada Sabtu (26/6).

Dia menuturkan, kondisi Covid-19 di Indonesia pada pekan terakhir ini dapat dikatakan darurat. Sebab, beberapa rumah sakit khususnya yang berada di Jabodetabek kapasitasnya cukup penuh, bahkan unit gawat darurat (UGD) digunakan sebagai ruang perawatan.

Harif menyebutkan, rata-rata perawat yang bertugas di ICU dapat menangani maksimal dua sampai tiga pasien. Apabila terjadi kondisi ketergantungan rasionya menjadi satu banding satu antara perawat dan pasien.

Namun, belum ada tambahan tenaga kesehatan yang cukup untuk menangani lonjakan pasien Covid-19 ini. Sedangkan, kebutuhan tenaga medis maupun peralatan berbanding lurus dengan jumlah pasien yang masuk ke fasilitas kesehatan.

Di DKI Jakarta saja, rumah sakit umum daerah (RSUD) memerlukan tambahan sementara sebanyak 923 perawat. Jumlah tersebut tidak termasuk kebutuhan perawat di rumah sakit rujukan yang kebutuhannya bisa mencapai 1.300 orang.

"Belum lagi di luar DKI, itu sekitar 2.000-an kita butuhkan. Sementara rekrutmen juga belum selesai. Artinya kondisi hari ini masih ditangani oleh tenaga kesehatan yang ada saat ini saja, belum ada penambahan," kata Harif.

Dia menerangkan, saat kasus Covid-19 melonjak di tengah keterbatasan jumlah tenaga medis, mereka yang bertugas mengalami kelelahan fisik dan mental. Kelelahan mental yang dimaksud bukan akibat tekanan dari luar, melainkan mereka melihat sendiri pasien yang antre.

Kondisi tersebut memicu rasa empati hingga dibawa ke pemikiran yang mendalam sampai menjadi beban mental bagi mereka. Lonjakan kasus Covid-19 juga otomatis menyebabkan beban kerja para tenaga kesehatan overload.

Salah satu konsekuensi beban kerja tenaga kesehatan yang overload ialah makin tingginya risiko mereka terpapar Covid-19. Mereka setiap hari berada di lingkungan yang sangat rentan karena berkutat dengan orang-orang yang terinfeksi virus corona.

Beban fisik dan mental yang diderita para tenaga kesehatan secara langsung dapat menurunkan imunitas mereka. Padahal, bentuk pertahanan diri selain vaksin Covid-19, juga daya tahan tubuh harus tetap terjaga.

"Kita tidak bisa menahan berapa banyak lagi jumlah tenaga kesehatan kita yang terpapar dan ujung-ujungnya masyarakat yang rugi tidak ada yang melayani," tutur Harif.

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi, SpOT mengungkapkan jumlah tenaga medis yang meninggal hingga Juni 2021 akibat pandemi virus Covid-19 juga bertambah. “Per bulan Juni total bisa dikatakan 401 dokter telah meninggal. Gambaran ini memperlihatkan jumlah dokter yang meninggal meningkat pada bulan Juni,” kata dr Adib dalam acara jumpa pers Tim Mitigasi Dokter PB IDI, Jumat (25/6).

Sebelumnya, akhir Mei lalu, jumlah dokter yang meninggal ada 374 orang. Jika ditotal sampai sekarang ada peningkatan sekitar 27 orang. Kemudian dari data perawat yang dikoordinasikan dengan teman-teman persatuan perawat nasional Indonesia (PPNI) ada 315 perawat yang meninggal, tenaga laboratorium 25, dokter gigi 43, apoteker 15, dan bidan 150.

Dibandingkan pada bulan Januari lalu, satu bulan ada 65 dokter yang meninggal. Jika dilihat dari jumlah occupancy rate, kondisi sekarang jauh lebih buruk.

“Perlu disampaikan jika dilihat dari kelompok umur, yang paling berisiko adalah kelompok di atas 65 tahun,” ujar dia.

Lebih lanjut, Adib mengatakan perlu adanya upaya meningkatkan kewaspadaan Covid-19, perketat penggunaan alat pelindung diri (APD), mengatur skala prioritas dan memberikan layanan. Ini termasuk mengurangi jam praktek pada dokter.

“Kami imbau kepada para dokter di atas 65 tahun agar tetap di rumah dan tentunya mohon bantuan jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Yang jelas, kurangi aktivitas sosial, perketat penerapan 6M, dan melaporkan ke dokter mitigasi atau cabang dan perhimpunan masing-masing,” tambah dia.

photo
Infografis dokter dan tenaga kesehatan yang wafat akibat Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement