REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja membenarkan adanya sekelompok massa yang membakar kantor Bawaslu Kabupaten Yalimo pada Selasa (29/6) sore. Pembakaran terjadi usai sidang pengucapan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara perselisihan hasil pemilihan bupati Yalimo kemarin.
Dia memastikan jajaran anggota Bawaslu Yalimo dan para staf tidak menjadi korban dalam peristiwa tersebut. "Komisioner dan staf Alhamdulillah tidak menjadi korban. Kami sedang mencoba berhubungan terus dengan teman-teman," ujar Bagja saat dikonfirmasi Republika, Rabu (30/6).
Berdasarkan informasi yang diterimanya, selain kantor Bawaslu Yalimo, kantor pemerintahan yang juga dibakar yakni kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Yalimo, Gakkumdu, DPRD, Dinas Kesehatan, BPMK, Dinas Perhubungan, Bank Papua, serta akses jalan ditutup. Peristiwa terjadi pada Selasa sekitar pukul 16.00 WIT.
Tidak ada korban dalam kejadian tersebut. Sementara pelaku pembakaran diduga merupakan massa pendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Erdi Dabi-Jhon W Wilil. Berdasarkan informasi kronologis kejadian dari Kasat Reskrim Polres Yalimo, para massa pendukung menyaksikan sidang MK secara daring di sejumlah tempat. Massa pendukung yang tidak puas atas putusan MK melakukan aksi pembakaran beberapa gedung pemerintahan.
Dalam amar putusannya, MK memerintahkan KPU Kabupaten Yalimo melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) Pemilihan Bupati Yalimo. Namun, PSU yang kedua kalinya ini tanpa diikuti paslon nomor urut 1, Erdi Darbi-John W Wilil, karena MK mendiskualifikasinya sebagai peserta Pilkada 2020.
"Menyatakan diskualifikasi Calon Bupati Edri Darbi dari Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo Nomor Urut 1 karena tidak lagi memenuhi syarat sebagai pasangan calon peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo Tahun 2020," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan pada Selasa (29/6).
Amar putusan tersebut tercantum dalam perkara perselisihan hasil Pilbup Yalimo nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021 yang diajukan pasangan calon nomor urut 2, Lakius Peyon-Nahum Mabel. PSU Pilbup Yalimo diikuti paslon Lakius-Nahum, tetapi KPU dapat membuka kesempatan bagi pasangan calon baru, termasuk John W Will sepanjang memenuhi persyaratan.
Pada 16 September 2020, Erdi Dabi mengalami kecelakaan lalu lintas hingga menewaskan seorang polwan dari anggota Propam Polda Papua. Pengadilan Negeri (PN) Jayapura mendakwa Erdi Dabi telah melanggar ketentuan Pasal 311 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJ).
Meskipun pada akhirnya, Erdi Dabi dialihkan menjadi tahanan kota sebagaimana Putusan Nomor 500/Pid.Sus/2020/PN.Jap bertanggal 18 Februari 2021. Dalam perkara tindak pidana yang dilakukan oleh Erdi Dabi, Mahkamah telah mencermati Putusan PN Jayapura tersebut.
Dalam Putusan PN Jayapura disebutkan, Erdi Dabi terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 311 ayat 1, ayat 2, dan ayat 5 UU LLAJ. Ancaman pidana dari ketentuan tersebut adalah pidana penjara paling lama 12 tahun.
Terlepas dari putusan pidana empat bulan penjara, Mahkamah menilai, hal demikian tidak menghilangkan fakta hukum Erdi Dabi telah terbukti melanggar ketentuan UU LLAJ dengan ancaman pidananya di atas lima tahun penjara. Sementara, syarat menjadi calon kepala daerah dalam Pasal 7 ayat 2 huruf g UU Pilkada tetap berlaku.
"Mahkamah berpendapat Erdi Dabi sebagai calon Bupati Kabupaten Yalimo dari Pasangan Calon Nomor Urut 1 tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Bupati karena telah terbukti melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lebih dari lima tahun dan belum memenuhi ketentuan masa jeda lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana, serta yang bersangkutan telah melakukan perbuatan tercela," kata Majelis Hakim Suhartoyo.