Selasa 29 Jun 2021 19:27 WIB

PPKM Darurat, Istilah Apa Lagi Itu?

PPKM Darurat dikhawatirkan cuma perubahan istilah, tapi tetap lemah implementasinya.

Petugas melakukan panggilan video sebelum mengevakuasi pasien Covid-19 menuju RSDC Wisma Atlet Kemayoran, di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (29/6). Seiring dengan peningkatan kasus harian Covid-19, Pemerintah berencana akan memberlakukan kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat  melalui rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada Selasa 29 Juni 2021. Kebijakan tersebut rencananya akan diterapkan selama dua minggu di zona merah covid-19. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas melakukan panggilan video sebelum mengevakuasi pasien Covid-19 menuju RSDC Wisma Atlet Kemayoran, di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (29/6). Seiring dengan peningkatan kasus harian Covid-19, Pemerintah berencana akan memberlakukan kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat melalui rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada Selasa 29 Juni 2021. Kebijakan tersebut rencananya akan diterapkan selama dua minggu di zona merah covid-19. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Febrianto Adi Saputro, Sapto Andika Candra

Baca Juga

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan akan memberlakukan kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat secara ketat menyusul lonjakan kasus positif dan kematian akibat Covid-19 di Tanah Air yang semakin mengkhawatirkan. Kebijakan itu dikabarkan akan disebut sebagai Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang akan berlaku per Rabu (30/6).

Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Windhu Purnomo justru khawatir PPKM Darurat hanyalah perubahan istilah. Sementara, esensi dari kebijakan pembatasan belum menunjukkan respons yang kuat untuk menghadapi laju penularan Covid-19.

"Apa isi dari PPKM darurat? Jangan-jangan cuma ganti nama doang, tetapi esensinya belum menunjukkan respons yang kuat terhadap tingkat risiko penularan virus yang luar biasa tinggi di masyarakat," ujar Windhu saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (29/6).

Windhu mengkritik, pemerintah suka bermain nama atau istilah mengenai pembatasan sosial, tetapi lemah dalam esensi. Menurutnya, pemerintah sering tidak sejalan dengan prinsip-prinsip pemutusan rantai penularan.

Seharusnya, dia melanjutkan, apa pun nama kebijakannya harus mampu membuat minimal 70 persen penduduk/warga tinggal di rumah (stay at home) dengan durasi dua kali masa infeksius virus, yaitu selama 21-28 hari. Sebab, ia menyebutkan di dalam wilayah kesatuan epidemiologi minimum tingkat kota/kabupaten, paling banyak hanya 30 persen penduduk yang boleh melakukan mobilitas untuk keperluan yang sangat esensial, seperti berkaitan dengan pelayanan kesehatan, penyediaan bahan pokok, energi, hingga komunikasi. Pemenuhan kebutuhan sangat esensial ini bisa dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan yang ketat.

"Sedangkan, semua aktifitas non-esensial harus dinonaktifkan," ujarnya.

Windhu berharap kebijakan baru nanti ini benar-benar signifikan bisa memaksa 70 persen warga untuk tetap berada di rumah saja. Dengan begitu, ia menambahkan, virus bisa ditekan penularannya sedikitnya dalam 2 pekan menjadi 1/4-1/5 dari jumlah kasus saat ini, kemudian dalam 4 pekan menjadi 1/9-1/10 nya.

In Picture: Permintaan Peti Jenazah untuk di Yogyakarta Meningkat

photo
Pekerja menyiapkan peti jenazah khusus untuk Covid-19 di pedagang peti jenazah 196, Yogyakarta, Selasa (29/6). Menurut pedagang, permintaan peti jenazah khusus untuk Covid-19 naik seiring dengan melonjaknya kasus Covid-19 di Yogyakarta. Di sini peti jenazah khusus untuk Covid-19 berbeda, yakni diberi lapisan plastik bagian dalamnya. - (Wihdan Hidayat / Republika)

 

 

 

 

Adapun, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) berharap PPKM Darurat bisa membatasi mobilitas penduduk hingga 100 persen selama dua pekan. Sebelumnya, PB IDI juga telah merekomendasikan penerapan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama dua pekan.

"Dengan kondisi darurat seperti ini, baiknya (pembatasan mobilitas saat PPKM Darurat) 100 persen selama waktu tertentu, misalnya dua pekan di daerah-daerah lonjakan yang sangat tinggi," ujar Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (29/6).

IDI berharap pengetatan mobilitas dan aktivitas penduduk yang lebih ketat lagi. Ia menjelaskan, jika kemarin PPKM mikro penebalan pengetatannya sampai 75 persen, selama PPKM darurat bisa jadi pengetatannya 100 persen.

"Kita tunggu penjelasan pemerintah," katanya.

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar menyatakan dukungan penuh atas wacana pemberlakukan PPKM darurat oleh pemerintah. Menurut Muhaimin, kebijakan tersebut sepatutnya segera diimplementasikan mengingat sebaran Covid-19 di Indonesia semakin sulit dikendalikan.

"Saya dengar juga kabar itu (PPKM darurat). Kebijakan ini patut diambil melihat kasus Covid-19 di Indonesia yang terus naik," kata Muhaimin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/6).

Pria yang akrab disapa Gus Muhaimin itu mendukung penuh rencana pemerintah menetapkan PPKM Darurat. Dia mengingatkan bahaya Covid-19 kini menyasar bukan saja ke kalangan dewasa, melainkan juga anak-anak.

"Saya ingatkan ancaman Covid saat ini semakin serius. Bahkan, sudah menjangkiti anak-anak," ucapnya.

Muhaimin mengimbau kesadaran masyarakat untuk taat protokol kesehatan dibutuhkan dalam kondisi seperti sekarang. Sebab, menurut dia, wabah ini menyangkut keselamatan jiwa bersama, bukan lagi urusan orang per orang.

"Masalah pandemi ini menyangkut keselamatan jiwa bersama, bukan lagi urusan kelompok atau orang per orang. Satu saja di antara warga lalai, abai, ceroboh, dan nekat, maka berpengaruh terhadap yang lainnya," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement