REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid menyayangkan keringanan hukuman yang diterima enam terpidana kasus narkoba jenis sabu-sabu seberat 402 kilogram. Melihat dampak negatif yang ditimbulkan, seharusnya mereka dikenai hukuman mati.
"Tentu itu kewenangan majelis hakim, tapi melihat dampak yang ditimbulkan, tentu yang pas adalah hukuman mati," ujar pria yang akrab disapa Gus Jazil itu saat dihubungi, Senin (28/6).
Dia mengimbau semua pihak, agar sadar bahwa narkotika menimbulkan banyak dampak negatif bagi masyarakat, khususnya generasi muda. Semua pihak juga diminta untuk tidak setengah hati dalam pemberantasan narkoba di Indonesia. "Zero tolarance untuk narkoba," ujar Gus Jazil.
Indonesia, kata Gus Jazil, sudah masuk dalam fase darurat narkoba dan barang tersebut sudah menjadi ancaman nasional yang sangat serius. Untuk itu, diperlukan kerja sama semua pihak dalam menghadirkan jera bagi pemakai, pengedar, dan bandar narkoba.
"Harusnya majelis hakim memberikan hukuman berat, seperti hukuman mati. Saya yakin hukuman mati akan menimbulkan efek jera dan menghambat laju kejahatan narkoba ke depan." ujar Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sukabumi, Jawa Barat, menuntut terdakwa Samsul Bahri alias Bopak dengan hukuman mati karena diduga terlibat kasus percobaan penyelundupan ratusan kilogram sabu-sabu dari luar negeri. Dalam agenda sidang pembacaan tuntutan secara daring, Selasa (22/6), JPU mengungkap sabu-sabu yang diselundupkan terdakwa seberat 402 kilogram.
Namun, enam orang terpidana yang sebelumnya diketahui mendapat vonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Cibadak pada 6 April 2021 itu, mendapat keringanan hukuman belasan tahun penjara. Setelah pengajuan banding yang dilakukan oleh kuasa hukum mereka diterima majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung.