Senin 28 Jun 2021 05:28 WIB

Kasus Covid Melonjak, Pasien dengan Komorbid Sulit Kontrol

Fasilitas kesehatan yang kewalahan berdampak pada penyakit non-Covid.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ratna Puspita
Fasilitas kesehatan yang saat ini mengalami kewalahan berdampak pada penyakit non-Covid, salah satunya jantung. (Ilustrasi sakit jantung)
Foto: Pixabay
Fasilitas kesehatan yang saat ini mengalami kewalahan berdampak pada penyakit non-Covid, salah satunya jantung. (Ilustrasi sakit jantung)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dr. Sally Aman Nasution, SpPD, mengatakan kasus Covid-19 yang meningkat tajam menyebabkan beberapa rumah sakit umum besar diubah fungsinya menjadi rumah sakit yang hanya melayani kasus Covid-19. Sementara di sisi lain, menurutnya, ada pasien atau masyarakat dengan penyakit komorbid (penyakit penyerta) yang selama ini selalu membutuhkan fasilitas kesehatan. 

Dengan kondisi demikian, pasien dengan penyakit kronik seperti jantung, paru, kanker, dan sebagainya, menjadi kehilangan atau berkurang kesempatan untuk mendapat layanan kesehatan di rumah sakit. "Pasien dengan komorbid sulit kontrol karena beberapa rumah sakit besar dialihfungsikan untuk melayani pasien Covid-19. Otomatis pasien lain sulit mendapat layanan," kata Sally, dalam konferensi pers secara virtual, Ahad (27/6).  

Baca Juga

Sally mengatakan, porsi untuk pasien dengan penyakit komorbid dan kronik agak terabaikan karena semua dokter di rumah sakit pun dikerahkan untuk melayani kasus Covid-19. Sementara di sisi lain, beralih ke tempat lain juga tidak mudah. 

Ia menuturkan, pasien dengan komorbid juga merupakan populasi yang sangat rentan terkena virus corona. Sedangkan, cakupan vaksinasi untuk masyarakat umum juga belum tercukupi.  

"Kasus akan berputar-putar di situ. Populasi rentan ini belum semua mendapat vaksinasi lengkap. Kalau tidak segera diputus lingkaran ini, keduanya akan menderita, baik pasien Covid-19 dan kronik ini," ujarnya.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), dr. Isman Firdaus, SpJP(K), mengatakan bahwa fasilitas kesehatan saat ini mengalami kewalahan. Kondisi demikian, menurutnya, berdampak pada penyakit non-Covid, salah satunya jantung. 

Ia mengatakan, pasien jantung yang merupakan penyakit pembunuh nomor satu di dunia dan masih belum teratasi di Indonesia, juga tidak terlayani dengan baik akibat tempat tidur di rumah sakit terisi oleh pasien Covid-19. "Pasien yang datang ke rumah sakit harus berhenti. Rumah sakit adalah hilir dan berdatangan dari hulu. Kita semua sudah bekerja di rumah sakit, namun jika terus berdatangan dari hulu tentu akan kolaps juga. Dengan konferensi pers ini tujuannya agar hulu bisa teratasi dengan baik," kata Isman. 

Sementara itu, Isman juga mengajak pasien dengan komorbid penyakit jantung atau dengan riwayat kardiovaskuler agar tidak perlu khawatir untuk dilakukan vaksinasi. Ia juga menepis kekhawatiran tentang vaksin AstraZeneca yang bisa menimbulkan kejadian trombosis atau perdarahan. 

"Kejadian itu hanya kecil 3,6 persen saja, satu dari 1,1 juta. Dibandingkan pasien kalau sudah terkena Covid itu akan terjadi bekuan darah 207 dari 1 juta orang. Tentu akan lebih tinggi bekuan darah karena Covid daripada divaksin. Segera seluruh masyarakat di Indonesia, termasuk dengan riwayat kardiovaskuler untuk divaksin," ujarnya.

Lebih lanjut, Isman mengingatkan masyarakat yang pernah memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler agar tetap mengonsumsi obat-obatannya dan menghindari keramaian. Ia juga menyarankan agar pasien dengan penyakit jantung ini tidak ke rumah sakit terlebih dulu dan menggunakan layanan online untuk mendapatkan obat-obatan tersebut. Kecuali, jika ada keluhan seperti sesak napas atau jantung berdebar-debar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement