Sabtu 26 Jun 2021 12:52 WIB

Amien Rais Ingatkan Indonesia Sikapi Konflik AS Vs Cina

Konsolidasi high educated Muslim di bawah ICMI menjadi kekuatan Habibie.

Tokoh reformasi Prof M Amien Rais bertestimoni terkait warisan BJ Habibie.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Tokoh reformasi Prof M Amien Rais bertestimoni terkait warisan BJ Habibie.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh reformasi Prof M Amien Rais mengatakan, dalam 20 tahun terakhir terjadi fenomena global di negara-negara yang sedang menumbuhkan demokrasi. Di negara tersebut terjadi gejala yang disebut democratic backsliding atau kemunduran demokrasi yang meluncur ke arah otoritarianisme dan despotisme.

"Hal tersebut harus diwaspadai oleh Indonesia, Asia, dan dunia pada umumnya. Ada kemerosotan nilai-nilai demokrasi dalam praktik atau sebagai aspirasi yang semakin pudar," kata Amien dalam webinar LP3ES: Memperingati 85 Tahun BJ Habibie bertema 'Masa Depan Demokrasi dan Tekno-Ekonomi di Tengah Pandemi' di Jakarta, Jumat (26/6).

Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tersebut mengatakan, bersamaan dengan terjadinya second cold war dan economic decoupling

terhadap Cina oleh Amerika Serikat (trade war) dan negara-negara Barat, yang ternyata tidak membuat ekonomi negera Panda itu runtuh. Amien pun mengingatkan Indonesia perlu lebih waspada dalam menyikapi potensi konflik dua negara adidaya tersebut.

Saat ini, kata Amien, antara AS dan Cina, yang amat kuat dalam perekonomian, teknologi dan intelijen, Indonesia yang memiliki sikap politik luar negeri bebas aktif, tampaknya sudah hilang.

"Catatan lainnya dalam dunia yang sedang berubah, bahwa di masa menurunnya demokrasi dan aspirasi yang dibungkam, ternyata terjadi pula pelanggaran HAM berat di mana-mana, seperti yang terjadi pada Perang Bosnia. Juga, tragedi Myanmar dengan 800 an korban jiwa, tapi ternyata Myanmar tetap dibantu oleh Cina. Hal itu juga patut diwaspadai," ujar Amien.

Amien menambahkan, Indonesia sekarang cenderung ke arah perkembangan menjadi negara korporasi. Hal itu ditandai adanya korporasi media, corporate law, dan politik yang diselingkuhi oleh korporasi, juga wajib diwaspadai semua pihak.

"Terkesan semua sudah dikendalikan oleh korporasi yang semakin berjalan liar. Korporasi liar berujung muncul berbagai macam mafia di berbagai sektor strategis dan publik. Sehingga berpotensi Indonesia sebagai negara akan kehilangan kedaulatan," ujar Amien.

Pakar sosial politik Prof Fachry Ali, menyebut, ada dua kekuatan dalam diri BJ Habibie. Pertama, sebagai ilmuwan (pengetahuan sebagai kekuatan yang benar-benar terjadi di era BJ Habibie). Kemampuan Habibie sebagai saintis dipakai untuk mendapatkan sumber politik. Kedua, terjadi konsolidasi kekuatan, yakni munculnya Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI).

"Konsolidasi high educated Muslim yang terjadi pada waktu itu adalah yang pertama kalinya terjadi di Indonesia. Hampir semua pendukung ICMI adalah mereka yang terdidik dan hasil didikan Barat. ICMI menjadi political base bagi BJ Habibie sehingga menjadi independen terhadap pengaruh politik dari Soeharto," ujar Fachry.

Dia menjelaskan, Habibie menjadi presiden yang mengawali bagaimana mendemokratisasikan Indonesia untuk mengetahui suara masyarakat yang sebenarnya. Habibie, lanjut dia, memilih jalan memberikan kebebasan pers. "Itulah jasa BJ Habibie bagi perkembangan pers bebas Indonesia di era demokrasi," katanya.

Pemimpin negara dan menteri negara Asia dan lainnya, menurut Fachry, sempat berkeyakinan adanya pembangunan politik yang demokratis pada masa

kepemimpinan BJ Habibie. Demokratisasi tersebut menjadi dasar kebijakan ekonomi politik Indonesia pada masa itu.

"BJ Habibie mengambil risiko kehilangan posisi beliau sebagai presiden. Baginya, yang penting pemilu bebas dan bersih dapat diselenggarakan. Dengan dibukanya kebebasan pers dan demokratisasi, sistem politik berubah menjadi berbasis dukungan masyarakat," kata Fachry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement