Jumat 25 Jun 2021 18:05 WIB

Iran dan Kuba Bikin Vaksin Sendiri, Dradjad: Malu Kita

Indonesia harus segera membuat vaksin dan obat Covid-19 sendiri.

Ekonom Indef Dradjad Wibowo
Foto: istmewa/doc pribadi
Ekonom Indef Dradjad Wibowo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad Hari Wibowo mengingatkan pemerintah untuk segera mendorong pembuatan vaksin dan obat Covid-19 dari dalam negeri. Biarpun sudah terlambat, tapi langkah ini harus segera dilakukan.

Dradjad mengatakan, dalam beberapa hari terakhir beredar kabar Iran dan Kuba sudah menemukan dan memproduksi vaksin Covid-19 sendiri. Menurut laporan yang ada, kata Dradjad, efikasinya cukup tinggi.

Sebagai ilmuwan, Dradjad mengatakan senang dengan vaksin yang tersedia untuk mengatasi pandemi. Namun, sebagai orang Indonesia, Dradjad mengaku nelongso (merana--Red), mengapa dua negara yang jauh lebih kecil ekonominya dibanding Indonesia, malah sudah menemukan vaksin. Sementara, Indonesia masih jauh.

“Iran diembargo besar-besaran karena masalah nuklir, Kuba juga baru mulai terbuka dari embargo,” ungkap Dradjad dalam pesan suara kepada Republika.co.id, Jumat (25/6).

Dradjad mengaku sudah sejak April 2020 menyuarakan di publik tentang kebutuhan melakukan riset dan menemukan vaksin dan obat sendiri sudah sangat mendesak. “Tolong segera kita genjot dana untuk riset besar-besaran untuk penemuan vaksin dan obat,” ungkap Dradjad.

Diingatkannya, pandemi Covid-19 bukan hanya masalah kesehatan dan ekonomi, melainkan juga masalah pertahanan dan keamanan nasional. Selain itu, yang paling penting karena menyangkut masalah jiwa rakyat Indonesia.

Dradjad menegaskan, memang saat ini sudah terlambat. Namun, bukan berarti Indonesia tidak harus melakukan. Menurutnya, Indonesia tetap harus melakukan karena Covid ini sifatnya multitahun. “Jadi, yang sudah divaksin sekarang mungkin antibodinya akan turun dan perlu vaksin lagi sehingga harus punya vaksin dan obat sendiri,” ungkap Ketua Dewan Pakar PAN ini.

Mengenai mana yang mau dikembangkan, Dradjad mengatakan, silakan saja mau vaksin merah putih atau vaksin nusantara. “Kita jangan apriori dulu. Semua diberi kesempatan yang sama, tapi prosedur ilmiah medis tetap harus diikuti, uji klinis transparan, dan hasilnya harus dipublikasikan ke jurnal yang bereputasi tinggi di dunia internasional. Jangan jurnal yang asal-asalan saja, supaya hasilnya kredibel,” kata Dradjad.

Mengenai dana, Dradjad mengatakan, sebenarnya dananya tidak terlalu besar. Ia memperkirakan antara Rp 500 miliar hingga Rp 1 triliun untuk satu jenis vaksin. “Tapi, untuk amannya mungkin bisa disiapkan Rp 2 triliun hingga Rp 3 triliun,” kata ekonom senior Indef ini.

Dradjad yakin berbagai universitas di Indonesia mampu melakukannya. “Kita juga punya lembaga Eijkman, punya rumah sakit-rumah sakit angkatan darat yang mampu melakukan itu,” ujarnya.

Dradjad minta agar berhenti berwacana dan berdebat yang tidak jelas. Lebih baik segera melakukan langkah nyata untuk menciptakan dan memproduksi vaksin dan obat sendiri. “Malu kita kalah sama Iran dan Kuba,” kata Dradjad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement