REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai wacana perpanjangan jabatan Presiden sebagai pintu yang akan menutup demokrasi. Ia mewanti-wanti bahaya jabatan Presiden yang terlalu panjang.
Pangi mengungkapkan kekhawatirannya akan perpanjangan jabatan Presiden entah masanya atau periodenya. Ia tak ingin Indonesia kembali jatuh dalam pelukan penguasa otoriter seperti di era Orde Baru.
"Saya tidak akan pernah menyerahkan nasib saya pada pemimpin yang otoriter, wacana tiga periode adalah pintu masuknya, kotak pandora, ancaman nyata lonceng kematian demokrasi, bau amis yang mulai menyeruak," kata Pangi kepada wartawan, Kamis (24/6).
Pangi menyebut kemunculan tren hari ini memimpin tanpa dibatasi bukan lah demokrasi. Ia mencontohkan Xinjinping di China, Putin di Rusia, Erdogan di Turki dan Duterte di Filipina. Para pemimpin otoriter berpeluang memunculkan pertumpahan darah.
"Anda bisa saksikan sendiri nanti ujungnya, kita bisa amati bagaimana yang terjadi di Thailand dan Nyanmar, rakyat banyak yang mati karena sistem otoritarian dalam perebutan dan peralihan kekuasaan," ujar Pangi.
Oleh karena itu, Pangi mengajak semua pihak menghargai prinsip demokrasi dan semangat demokrasi. Ia tak ingin gagasan perpanjangan jabatan Presiden diteruskan.
"Demokrasi lebih meminimalisir potensi pertumparan darah, walaupun ada keterbelahan sosial, gesekan tapi tidak sampai pada kematian konyol," ucap Pangi.