REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angkat bicara mengenai Ivermectin yang dikabarkan menjadi obat cacing. Meski tidak mendistribusikannya, Kemenkes mengatakan, Ivermectin sesuai dengan rekomendasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Ivermectin jadi salah satu obat yang berpotensi untuk pengobatan Covid-19 dan sesuai dengan rekomendasi BPOM," kata Juru Bicara Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi Republika, Selasa (22/6).
Obat ini, dia melanjutkan, bisa digunakan di bawah pengawasan dokter, termasuk untuk dosis dan penggunaannya. Kendati demikian, Nadia mengatakan, Kemenkes tidak berencana mendistribusikan obat ini. "Tetapi obat ini sesuai dengan rekomendasi BPOM," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, obat ivermectin yang diproduksi PT Indofarma telah mendapatkan izin edar dari BPOM dan akan diproduksi 4 juta dosis per bulan. Obat ini akan digunakan sebagai obat untuk terapi Covid-19.
“Kami sudah mulai produksi, dan insya Allah nantinya dengan kapasitas produksi 4 juta (tablet) per bulan obat ini diharapkan dapat menjadi solusi Covid-19,” tutur Erick.
Namun, Ivermectin sebenarnya bukanlah obat Covid-19. Obat ini merupakan antiparasit yang diharapkan dapat menekan pertumbuhan virus di dalam tubuh.
BPOM telah mengeluarkan pernyataan mengenai ivermectin yang diduga memiliki potensi untuk pengobatan Covid-19. Penelitian untuk pencegahan maupun pengobatan Covid-19 yang sudah dipublikasikan menyatakan bahwa Ivermectin memiliki potensi antiviral pada uji secara in-vitro di laboratorium.
“Akan tetapi, masih diperlukan bukti ilmiah yang lebih meyakinkan terkait keamanan, khasiat, dan efektivitasnya sebagai obat Covid-19 melalui uji klinik lebih lanjut,” tulis BPOM dalam lama resminya.
Sebagai tindak lanjut untuk memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan Covid-19, di Indonesia akan dilakukan uji klinik di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, dengan melibatkan beberapa Rumah Sakit.
Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.
Untuk kehati-hatian, Badan POM RI meminta kepada masyarakat agar tidak membeli obat Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter, termasuk membeli melalui platform online. “Untuk penjualan obat Ivermectin termasuk melalui online tanpa ada resep dokter dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.”