REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka mengapresiasi sikap tegas Bupati Cianjur Herman Suherman yang melarang kawin kontrak dan perdagangan orang di wilayahnya. Dia mengharapkan daerah lain juga memberikan perhatian khusus menyangkut perlindungan terhadap anak-anak dan perempuan, seperti di Cianjur.
“Saya mengapresiasi dikeluarkannya Perbup Cianjur yang melarang praktik kawin kontrak. Upaya ini harus menjadi contoh bagi daerah lain untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak anak,” katanya di Jakarta, Selasa (22/6)
Untuk itu, dia mendukung, adanya peraturan daerah yang mengatur tentang larangan kawin kontrak. Harapannya dapat memberikan dampak preventif kepada pelaku kawin kontrak.
“Jangan sampai praktik seperti ini terus berlanjut. Pada akhirnya perempuan dan anak anak yang akan menjadi korban,” tegas Wakil Ketua Komisi Delapan Fraksi PDI Perjuangan ini.
Diah mengharapkan, daerah lain juga mengambil sikap tegas untuk memberikan perlindungan warganya dari kawin kontrak dan berbagai persoalan seperti perdagangan orang, persoalan kawin anak dan juga stunting di tengah masa pandemi ini.
“Butuh perhatian dan kebijakan di tingkat daerah sebagai wujud komitmen pemerintah dalam perlindungan perempuan dan anak”.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, masih menunggu evaluasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, terkait penetapan peraturan bupati (perbup) yang melarang kawin kontrak di Cianjur, sehingga Perbup yang diluncurkan belum dicantumkan nomor dan sanksi tegas yang menjerat pelaku kawin kontrak.
"Perbup yang sudah saya tanda tangani belum diberi nomor dan ditetapkan karena masih menunggu evaluasi dari Gubernur Jabar, setelah disetujui pemerintah provinsi, selanjutnya akan dilakukan sosialisasi terkait larangan kawin kontrak di Cianjur dan dibuat peraturan daerah," kata Bupati Cianjur Herman Suherman di Cianjur, Ahad (20/6).
Ia menjelaskan, terkait sanksi yang diterapkan masih dalam batas sanksi sosial. Selian itu jika dalam kawin kontrak tersebut ditemukan unsur-unsur perdagangan manusia atau perempuan di dalamnya akan dikenakan pidana sesuai UU No 21/2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Begitu pula apabila melibatkan anak maka dapat diseret ke pengadilan karena pelanggaran UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah menjadi UU Nomor 35 Tahun 2014.