REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengatakan di tengah kasus Covid-19 yang kian meninggi, jemput bola dan tracing kepada anak harus lebih sensitif. Sebab, anak-anak yang terpapar Covid-19 akan jarang menunjukkan gejala sehingga sulit dideteksi dibandingkan orang dewasa.
"Situasi ini akan lebih berat, ketika anak belum dapat berkomunikasi sakitnya, seperti bayi dan balita," kata Jasra, Selasa (22/6).
Ia menjelaskan, berdasarkan data BNPB kasus bayi dan balita lebih banyak. Ia menduga karena anak usia ini sulit untuk menjelaskan rasa sakit. Begitupun kasus kematiannya lebih menyasar pada bayi usia 0-2 tahun.
Kasus Covid-19 yang sepekan ini meningkat pesat terjadi di segala usia. Oleh karena itu dikhawatirkan kasus anak positif Covid-19 meningkat dengan adanya interaksi liburan beberapa waktu lalu.
"Untuk itu, orang tua penting berkonsultasi kepada Satgas Covid-19 di daerah masing-masing yang dipimpin para RT, kepala desa, dan kepala dusun. Jangan ragu dan penting segera menginformasikan ke puskesmas. Karena puskesmas butuh waktu beberapa hari untuk memastikannya," kata Jasra menambahkan.
Selain itu, dalam pelayanan kepada kasus anak positif Covid-19, pemerintah daerah perlu memetakan layanannya. Hal ini penting agar orang tua tenang dan kondisi anaknya dapat ditangani dengan lebih cepat.
Kebutuhan perawat, dokter, dan relawan yang sensitif anak perlu segera disiapkan. Jasra mencontohkan dalam kondisi anak melihat jarum suntik atau ketika perlu dites usap PCR.
"Artinya, berbagai produk dan peralatan medis perlu sensitif dan ramah anak, agar percepatan penangana Covid-19 pada anak benar-benar terjadi," kata dia lagi.