Jumat 08 Jan 2021 11:27 WIB

Menyambut Generasi Emas Indonesia Lewat Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter agar lahir generasi penerus bangsa memiliki akhlak baik.

Mengajarkan pendidikan karakter.
Foto:

Oleh : Fitria Handayani, S.Pd, Guru Sekolah Dasar

Sejatinya pendidikan karakter sudah digaungkan Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara jauh sebelum Indonesia merdeka. Menurut Ki Hajar Dewantara, konsep pendidikan karakter dalam pengajaran budi pekerti atau karakter adalah manusia yang selalu memikir-mikirkan, merasa-rasakan, dan selalu memakai ukuran, timbangan, serta dasar-dasar yang pasti. Dalam proses pendidikannya, Ki Hajar Dewantara memakai fondasi pancadharma, yakni kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan.

Konsep pemikiran yang dilahirkan Ki Hajar Dewantara itu tetap relevan untuk bangsa kita yang saat ini mengalami degradasi moral. Karena itu, guru yang menempati menara gading sudah sepantasnya menjaga akhlakul karimah dan selalu meningkatkan kompetensi agar terus menjadi panutas dan contoh yang baik untuk para siswa.

Kita juga perlu belajar dari kegigihan Ki Hajar Dewantara sebagai saka guru pendidikan di Indonesia. Karyanya berjudul Als ik een Nederlander wes atau Andai Aku Seorang Belanda yang berisi kritikan mengusik kenyamanan pemerintah Kolonial Belanda. Hingga ia dipenjara di Pulau Bangka karena kerap membuat tulisan yang mengkritik Belanda. Namun, pengasingan itu tidak membuatnya patah arang.

Ada hikmah di balik dijebloskannya Ki Hajar Dewantara ke penjara di Pulau Bangka. Di Negeri Timah tersebut, pemikiran-pemikirannya untuk dunia pendidikan lahir.

Berbekal Europeeche Akta atau ijazah dalam bidang pendidikan yang dikantonginya, Ki Hajar Dewantara lalu mendirikan organisasi Taman Siswa hingga mampu mengembangkan aturan pendidikan di Indonesia. Taman Siswa dibentuk Ki Hajar Dewantara untuk tujuan mulia, yakni untuk memastikan seluruh anak pribumi tetap mendapatkan pembelajaran yang setara dengan kaum priayi dan warga Belanda/Eropa di Indonesia. Pada masa penjajahan, kelas pribumi dari golongan kurang mampu tidak bisa mendapatkan akses mencicipi pendidikan.

Ki Hajar Dewantara berjuang agar pendidikan Indonesia tidak ketinggalan kereta dari kaum bangsawan. Semboyan Ki Hajar Dewantara "Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani" (Di depan memberikan contoh, di tengah memberikan semangat, di belakang memberikan dorongan) menjadi warisan untuk anak bangsa agar tidak menyerah menimba ilmu setinggi mungkin.

Psikolog dari RSUP Sanglah Denpasar Lyly Puspa Palupi dalam berita di Republika berjudul Penguatan Karakter Sejak Dini Cegah Anak Bertindak Kriminal, Ahad, 6 Desember 2020 disebut, mengatakan penguatan karakter yang dilakukan sejak dini dapat mencegah anak bertindak kriminal. "Kalau anak-anak terbiasa melihat tindakan kekerasan, perilaku membangkang dan lainnya, maka itu akan ditiru karena mereka menilai perilaku tersebut boleh dan normal. Untuk itu, penguatan karakter bagi anak harus dilakukan sejak dini," kata Lyly saat dihubungi di Denpasar, Ahad (6/12).

Ibu Lyly Puspa menyebut, pendidikan karakter di rumah maupun di sekolah memuat tentang perilaku-perilaku baik yang perlu ditunjukkan, dan perilaku-perilaku yang buruk yang perlu dihindari. Selain itu, dalam menerapkan pendidikan karakter itu juga wajib mencantumkan pengajaran kepada anak agar terbiasa mematuhi aturan, bertanggung jawab pada perbuatannya, sehingga keterlibatan remaja dalam tindakan kriminal dapat diminimalkan.

Ia berkata dilihat dari beban materi pelajaran atau kurikulum para siswa sekarang lebih didominasi penguatan kemampuan akademik, kemampuan berpikir atau kognitif sehingga pendidikan dengan muatan penguatan karakter terlihat kurang menjadi prioritas. Apalagi, situasi belajar daring saat masa pandemi Covid-19 menerapkan metode belajar yang satu arah, seperti guru mengajarkan, siswa mendengar dan mengerjakan tugas.

Dari paparan Ibu Lyly Puspa, kita sebagai guru rasanya perlu berkaca apakah dalam 1,5 tahun pelaksanaan pendidikan jarak jauh (PJJ), para peserta didik sudah mendapatkan tujuan dari pendidikan karakter. Sebab, berkurangnya interaksi secara tatap muka membuat kegiatan transfer ilmu, transfer perilaku, dan transfer nasihat kepada murid-murid jauh berkurang porsinya. Maka tak heran jika pendidikan kita yang sudah kalah langkah dari negara-negara lain, makin jauh tertinggal.

Selain karena masalah pandemi, sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan pendidikan Indonesia tertinggal. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim mengungkapkan penyebab pendidikan Indonesia tertinggal dari negara lain karena...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement