Ahad 20 Jun 2021 22:05 WIB

IDI: Belum Ada Bahasan Vaksin Covid-19 Ketiga untuk Nakes

IDI memilih menunggu rekomendasi  Itagi dan WHO.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Fuji Pratiwi
Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi). PB IDI menyatakan, belum ada pembahasan tentang vaksinasi ulang bagi tenaga kesehatan.
Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi). PB IDI menyatakan, belum ada pembahasan tentang vaksinasi ulang bagi tenaga kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak tenaga kesehatan (nakes) dokter di Tanah Air yang terpapar Covid-19 padahal telah mendapatkan vaksin dosis lengkap dan muncul wacana vaksinasi ulang (booster) ketiga. Kendati demikian, Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan, belum ada pembahasan vaksinasi ulang Covid-19 dosis ketiga untuk nakes dokter karena belum ada penelitian mengenai hal ini.

"Belum ada data atau literatur penelitian termasuk di jurnal mengenai nakes disuntik dosis ketiga vaksin Covid-19," kata Ketua Tim Advokasi Pelaksanaan Vaksinasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Iris Rengganis saat dihubungi Republika, Ahad (20/6).

Baca Juga

Kendati demikian, ia mengakui, wacana ini jadi salah satu pemikiran beberapa ahli, termasuk China. Menurutnya, wawasan mengenai hal ini perlu dipikirkan, apalagi ada varian baru virus yaitu delta. 

Dia mengutip pernyataan dari ahli bahwa vaksin AstraZeneca dan Pfizer cukup baik untuk mutasi virus ini. Kendati demikian, dia melanjutkan, PB IDI memilih menunggu rekomendasi Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Itagi) dan organisasi kesehatan dunia PBB (WHO). 

"Kemudian kami (IDI) akan mengikuti rekomendasi IDI dan Itagi. Kami juga melihat ketersediaan vaksin Covid-19 Sinovac," kata Iris.

Sebab, dia melanjutkan, vaksinasi merek lain seperti Pfizer belum dimulai di Tanah Air atau suntikan vaksin Astra Zeneca masih tiga bulan lagi. Jadi, kalaupun mengulang vaksinasi maka nakes menggunakan vaksin Sinovac. 

"Tetapi kalau nantinya nakes yang sudah mendapatkan vaksin Sinovac bisa divaksin ulang menggunakan merek lain, kami juga menunggu rekomendasi WHO dan Itagi juga. Karena penelitian menggunakan (jenis atau merek) vaksin yang berbeda kan belum ada," kata dia.

Intinya, IDI memilih menunggu semua rekomendasi itu. Kemudian IDI mengikuti rekomendasi itu dan membahasnya sebelum kemudian mengeluarkan rekomendasi final.

"Kemudian kami kerja sama dengan pemerintah seperti Kementerian Kesehatan (dalam menyampaikan rekomendasi)," kata Iris.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement