Jumat 18 Jun 2021 20:22 WIB

Jika Belum Siap PTM Sebaiknya Ditunda

Tingginya tingkat penyebaran covid membuat PTM terancam batal.

Suasana Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) di SMAN 8 Jalan Solontongan, Kota Bandung, Selasa (15/6). Sekda Kota Bandung sekaligus Ketua Harian Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kota Bandung, Ema Sumarna menilai sejumlah sekolah telah memahami persyaratan PTMT. Selain itu, Ema meminta pihak sekolah untuk tetap menjalin koordinasi dengan tim monitoring dan evaluasi (Monev) aparat kewilayahan dan puskesmas, sehingga jika terjadi sesuatu bisa ditangani dengan baik.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Suasana Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) di SMAN 8 Jalan Solontongan, Kota Bandung, Selasa (15/6). Sekda Kota Bandung sekaligus Ketua Harian Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kota Bandung, Ema Sumarna menilai sejumlah sekolah telah memahami persyaratan PTMT. Selain itu, Ema meminta pihak sekolah untuk tetap menjalin koordinasi dengan tim monitoring dan evaluasi (Monev) aparat kewilayahan dan puskesmas, sehingga jika terjadi sesuatu bisa ditangani dengan baik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembelajaran Tatap Muka yang rencananya akan digelar pada awal Juli 2021 terancam batal menyusul masih tingginya angka kasus Covid-19. Namun jika PTM tetap digelar, yang patut disoroti adalah bagaimana menjaga kesehatan murid dan guru.

Ketua PGRI, Prof Unifah Rosyidi, menyatakan ia tidak setuju digelarnya PTM jika semua guru belum divaksinasi Covid-19. Saat ini, kata dia, baru sekitar 28 persen guru yang mendapatkan vaksin Covid-19. "Sementara kita Juli (pembelajaran) tatap muka. Dalam waktu sebulan tidak realistis (semua guru divaksinasi). Saya selalu bilang, kalau belum siap ya jangan digelar," kata Prof Unifah ketika dihubungi Republika, Rabu (16/6).

Menurut Prof Unifah, satu-satunya jalan melindungi kesehatan guru di masa pandemi adalah dengan memberikan suntik vaksin. Selain itu tidak ada paksaan kepada para guru dan tenaga pendidik. "PTM harus mengikuti imbauan Presiden hanya 20 persen yang masuk dengan dua jam belajar. Itu pun bagi yang sudah ikut simulasi dan sudah divaksinasi," ucap dia.

Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini berkata, jika PTM dilaksanakan sekolah harus menjalankan protokol kesehatan. Perlu disiapkan bagaimana simulasi prokesnya, bahan ajar juga perlu disiapkan. "Jangan memaksa guru yang tidak mau untuk mengajar, apalagi guru honorer. Nanti diancam pula bagi (honorer) yang tidak ikut mengajar tidak dihitung. Jangan pula ada ancaman kontraknya akan diputus," ucap dia.

Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sutarimah Ampuni, S.Psi., M.Si. berpendapat, sekolah tatap muka seharusnya dipersiapkan jauh-jauh hari. "Jadi pengumumannya tidak bisa mendadak. Karena anak harus menyesuaikan dengan pembelajaran tatap muka, jadi tidak kaget. Jadi ada penyesuaian kebiasaan," ujar dia.

Ia pun mendukung agar PTM segera digelar mengingat kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan saat ini dipertaruhkan karena diterpa pandemi. Namun, PTM menurut dia wajib memperketat protokol kesehatan.

Terkait perlindungan kesehatan, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo angkat bicara. Menurut dia, sudah selayaknya semua guru divaksinasi. Apalagi pemerintah menargetkan pada akhir Juni 2021 vaksinasi untuk semua guru terselesaikan. "Targetnya 5,6 juta (guru divaksinasi). Tapi sampai 31 Mei 2021 targetnya belum sampai setengahnya atau 50 persen," kata Heru kepada Republika.co.id, Rabu (16/6).

Heru mengungkapkan, per 31 Mei 2021, baru 28 persen guru yang divaksinasi. Namun, ia memastikan jumlah guru yang mendapatkan suntik vaksin Covid-19 terus bertambah. "Pemerintah menargetkan capaian vaksinasi guru pada Agustus akan terselesaikan, tapi kami tidak yakin vaksinasi itu selesai pada akhir September," ucap Heru.

Menurut dia ada sejumlah faktor target 100 persen vaksinasi untuk guru terselesaikan. Pertama, menurut dia banyak guru yang tidak mau divaksinasi karena pola pikir yang berbeda soal suntik vaksin Covid-19. Kedua karena faktor bawaan, seperti penyakit bawaan atau hamil yang membuat vaksinasi kepada guru tidak mungkin diberikan.

"Ketiga ada guru yang tidak mau divaksin, artinya ada rekan guru yang tidak patuh dan tidak mau divaksin. Kalau dari guru honorer juga enggan divaksin artinya menambah rentetan banyaknya guru yang tidak mau divaksin. Dengan kendala seperti itu capaian guru yang divaksin akan berkurang. Target guru yang divaksinasi 5 juta masih dikurangi sekian persen yang enggan divaksin," ucap dia.

Atas dasar itulah, Heru berpendapat, perlindungan sekolah belum sepenuhnya baik ketika PTM digelar. "ini masih menjadi ancaman di dalam sekolah sebagai klaster penyebaran Covid-19 karena tidak terselesaikan dengan baik," kata dia.

Melonjaknya kasus Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir menyusul semakin dekatnya pelaksanaan PTM membuat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) khawatir. Menurut Ketua Umum IDAI, Prof Aman Pulungan PTM belum aman diterapkan saat ini.

Prof Aman berpendapat PTM masih berisiko untuk siswa. "Melihat peningkatan kasus Covid-19 saat ini, PTM masih belum aman dan sangat berisiko bagi anak," ujar Prof Aman dalam jumpa pers daring lima organisasi profesi tentang situasi terkini pandemi Covid-19 di Indonesia, Jumat (18/6).

Namun Prof Aman memastikan IDAI mendukung digelarnya PTM meski dengan sejumlah syarat utama. Sejumlah syarat itu agar PTM aman dilaksanakan, salah satunya, Prof Aman menyebut adalah tingkat positivity rate atau laju penularan kurang dari lima persen.

"IDAI mendukung itu (PTM), tapi ada syaratnya. Lihat positivity rate-nya dulu. Ini berlaku untuk semua daerah, karena kami menganggap zona hijau, merah itu enggak ada. Jadi tolong lah kita memang harus melihat ini secara bijaksana," ucapnya.

Syarat lainnya, Aman Pulungan menambahkan, pemerintah juga harus memperbanyak jumlah laboratorium yang bisa mendeteksi varian baru Covid-19. Sebab sekarang belum banyak laboratorium yang bisa mendeteksi genome sequencing.

"Laboratorium kita tidak banyak yang bisa mendeteksi genome sequencing untuk varian baru. Varian baru ini cepat sekali menyebarnya. Jadi ketika sekolah mau dibuka, kita harus memastikan ada Lab yang bisa mendeteksi itu," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement