Jumat 18 Jun 2021 05:27 WIB

Pendidikan Dipajaki, Akankah Masa Depan Indonesia Mati?

Pajak pendidikan dinilai sebagai sistem kapitalis yang bertentangan dengan Pancasila.

Ilustrasi Siswa Madrasah
Foto:

Heru berkata, jika misalnya masyarakat menolak PPN dalam bidang pendidikan, rasanya akan tidak adil jika sekolah-sekolah swasta kaya yang mendapatkan laba tidak dikenakan pajak. "Kalau masyarakat menolak, sekolah yang Senin-Kamis memang bebas PPN, tetapi sekolah yang bayarannya mahal juga tidak akan kena pajak. Yang akan kena PPN adalah yang dianggap layak demi keadilan. Kami menyampaikan demi keadilan, pajak pertambahan nilai (dikenakan) kepada sekolah yang layak demi keadilan. Tidak adil sekolah yang kaya tidak dikenakan pajak, sementara negara sokongan," kata Heru.

Pendapat berbeda datang dari Ketua Umum PGRI, Prof Unifah Rosyidi. Saat dihubungi, Unifah menegaskan, ia menentang PPN yang bisa membuat komersialisasi pendidikan. Ia menjelaskan, pendidikan adalah hak dasar dan dijamin konstitusi.

"PGRI berharap PPN tidak diberlakukan. Kasihan dunia pendidikan. Masyarakat sedang susah dan juga untuk mencegah komersialisasi pendidikan. Masyarakat kita sedang sangat berat, apalagi pendidikan hak dasar segala bangsa sehingga harus digratiskan. Sebagai hak dasar dijamin konstitusi, kasihan sekolah-sekolah swasta," kata Unifah kepada Republika.co.id.

photo

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (kanan) didampingi Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi (kedua kanan) menyerahkan penghargaan kepada sejumlah guru berprestasi pada puncak peringatan HUT Ke-74 PGRI di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (30/11/2019). - (Antara/Fakhri Hermansyah)

Ia memberikan contoh soal sistem Pemberlakuan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi. Dalam sistem zonasi, Pemda DKI baru bisa menampung 30 persen siswa. Artinya, sisa siswa yang tidak diterima di sekolah negeri akan lari ke sekolah swasta.

"Jika ada pajak bagaimana? Akan memberatkan masyarakat. Masyarakat makin berat. Sekolah makin berat."

Pendapat serupa juga disampaikan pengamat pendidikan, Prof Cecep Darmawan. Ia berpendapat pemerintah harus hati-hati dalam menerapkan rencana penarikan pajak dari sektor pendidikan.

"Karena kita tahu, pendidikan itu adalah ranah atau domainnya negara, domainnya pemerintah. Tidak boleh pendidikan ditarik menjadi domain atau komoditas jasa, seperti jasa-jasa barang pada umumnya. Pendidikan adalah public goods (barang publik) yaitu menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakannya," kata Cecep.

Lebih dari itu, kata dia, pendidikan adalah amanat para pendiri bangsa dalam konstitusi yang di dalam pembukaan sudah dinyatakan tugas pokok negara, salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itu, jika pendidikan ditarik menjadi komoditas jasa seperti biasa, sudah menyalahi prinsip hakikat pendidikan itu sendiri.

"Saya berpikir justru pendidikan bukan objek yang dikenai pajak. Pendidikan harusnya mendapatkan reward dari hasil-hasil pajak. Maksudnya bagaimana ada semacam special tax, ada pajak-pajak khusus sekian persen yang dialokasikan untuk pendidikan. Karena, pendidikan mencerdaskan kehidupan bangsa yang mendorong akselarasi sumber daya alam kita. Jika itu terjadi, bangsa ini cepat maju dan berkembang," ujar Cecep.

Guru Besar Universitas Pendidikan Bandung (UPI) ini mengatakan, kualitas pendidikan Indonesia saat ini masih tertinggal dari negara lain. Apalagi, jika nanti dikenakan pajak.

"Artinya, standar pembiayaan pendidikan kita akan semakin menurun. Oleh karena itu, tolong diperhatikan betul pemerintah untuk tidak melaksanakan sekolah atau pendidikan itu dikenakan pajak," ujar Cecep.

Dunia akademisi pun siap berdialog dengan pemerintah dan DPR untuk mencari titik temu terbaik dalam pengambil kebijakan, seperti melihat dari sisi kesejahteraan masyarakat. Pasalnya, kebijakan tersebut menyangkut nasib bangsa ke depan sehingga tidak boleh serampangan, apalagi soal pembiayaan dunia pendidikan.

"Jadi, kebijakan publik yang baik itu kebijakan yang bukan dari atas ke bawah, tapi dari bawah ke atas, menjadi bagian dari aspirasi masyarakat."

"Masa depan bangsa itu memang sangat bergantung sama dunia pendidikan."

photo
Prof Cecep Darmawan, Guru Besar UI. - (Dok pribadi)

Jika bicara pendidikan jangka panjang, kata Cecep, sering kali pendidikan dianggap menghabiskan anggaran, tapi semua itu untuk aset dan modal masa depan. "Kita sudah tertinggal dengan negara-negara lain. Ada world class university kita masih tertinggal, kemudian ranking-ranking kita tertinggal dalam pembiayaan yang tadi dikatakan normal. Apalagi, nanti kalau sudah dikenakan pajak, seperti apa nanti," ucap dia.

Meski demikian, Cecep mengaku pemerintah tentu membutuhkan anggaran besar untuk penyelenggaraan pemerintah...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement