Kamis 17 Jun 2021 00:29 WIB

Pembatasan Mobilitas Jalan Keluar Kurangi Penularan Covid

Saat ini, virus corona varian Delta sudah terdeteksi di Indonesia.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andri Saubani
Petugas kesehatan berada di depan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA), Kota Bandung, Rabu (16/6). Kementerian Kesehatan Indonesia menyatakan masyarakat Indonesia harus lebih taat protokol kesehatan Covid-19 serta mengimbau pemerintah untuk terus memperketat penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), karena hingga saat ini telah terdata 145 kasus mutasi virus SARS-CoV-2 yang tergolong variant of concern (VOC) yang ditemukan di 12 provinsi di Indonesia. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas kesehatan berada di depan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA), Kota Bandung, Rabu (16/6). Kementerian Kesehatan Indonesia menyatakan masyarakat Indonesia harus lebih taat protokol kesehatan Covid-19 serta mengimbau pemerintah untuk terus memperketat penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), karena hingga saat ini telah terdata 145 kasus mutasi virus SARS-CoV-2 yang tergolong variant of concern (VOC) yang ditemukan di 12 provinsi di Indonesia. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad menilai, untuk mengurangi transmisi Covid-19 perlu dilakukan pengurangan mobilitas manusia. Pengurangan mobilitas manusia penting, apalagi jika sistem kesehatan di Indonesia kesulitan memisahkan orang yang terinfeksi dari masyarakat atau melakukan isolasi.

"Ketika kasusnya sudah meluas, memang ada kebutuhan untuk melakukan restriksi mobilitas, di samping kita perlu melakukan vaksinasi. Karena itu adalah satu cara agar kerentanan populasi menjadi menurun," kata Andono, webinar Varian Virus Corona Delta di Kudus, Rabu (16/6).

Baca Juga

Saat ini, Covid-19 varian Delta sudah terdeteksi di Indonesia dan tercatat jauh lebih cepat menyebar daripada varian Covid-19 lainnya. Terkait hal ini, pengurangan mobilitas manusia menjadi penting karena semakin sedikit orang bertemu maka semakin kecil juga peluang virus menular.

Andono menambahkan, sebelum melakukan pembatasan mobilitas manusia secara besar, pemerintah perlu memperhatikan transmisi virus di rumah. Sebab, saat ini transmisi virus juga banyak terjadi di rumah antara masyarakat.

"Kalau kita ingin melakukan restriksi mobilitas, restriksi itu perlu memastikan transmisi di rumah sudah selesai sebelum mobilitas dibatasi," kata Andono menambahkan.

Pembatasan mobilitas di masyarakat akan efektif dilakukan jika transmisi di rumah sudah berkurang signifikan atau bisa dihentikan. Menurut Andono, lama waktu penghentian transmisi di rumah memakan waktu dua kali periode infeksi atau sekitar tiga pekan.

Setelah tiga pekan, seharusnya sebagian besar transmisi yang ad di rumah itu sudah selesai. Pada saat itu, barulah pemerintah bisa meningkatkan pembatasan mobilitas ke skala masyarakat yang lebih luas lagi.

Andono menegaskan, jika Indonesia ingin mengurangi angka reproduksi virus maka banyak strategi yang harus dilakukan. Semakin banyak intervensi dari pemerintah, seperti kampanye 3M, melakukan tracing, tracking, dan treatment, vaksinasi, dan pembatasan mobilitas akan semakin efektif mengurangi transmisi virus.

Ia menjelaskan, berbagai macam startegi dan intervensi tersebut harus dilakukan dengan prinsip keju Swiss. Artinya, setiap intervensi akan mengurangi risiko paparan, karena jumlah virus yang beredar di populasi akan semakin berkurang dengan semakin banyaknya intervensi yang dibuat.

"Tidak ada intervensi yang mampu bekerja sendiri. 3M saja tidak akan mencukupi, 3T tidak akan mencukupi, vaksin saja juga tidak mencukupi. Tetapi, semuanya itu perlu dilakukan secara simultan agar kita bisa menurunkan level paparan di komunitas," ujar Andono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement