Rabu 16 Jun 2021 20:01 WIB

Bawaslu Ungkap Tantangan Pemilu 2024

Penyelenggara pemilu akan melaksanakan dua pemilihan di tahun yang sama sekaligus.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar.
Foto: ANTARA/RENO ESNIR
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat sejumlah tantangan Pemilu dan Pilkada 2024. Salah satunya mengenai sumber daya manusia, dalam hal ini penyelenggara pemilu untuk melaksanakan dua pemilihan di tahun yang sama sekaligus.

"Apakah akan diperpanjang atau kemudian adanya sebuah perubahan Undang-Undang," ujar anggota Bawaslu Fritz Siregar dalam diskusi daring, Rabu (16/6).

Baca Juga

Dia berharap ada sinkronisasi atau kesamaan akhir masa jabatan antarpenyelenggara. Sebab, ada masa jabatan penyelenggara pemilu yang berakhir ketika tahapan Pemilu atau Pilkada 2024 sedang berlangsung dan berpotensi mengganggu proses pemilihan.

Selain itu, pembentukan penyelenggara ad hoc untuk masing-masing Pemilu dan Pilkada 2024 yang menggunakan regulasi dan anggaran juga perlu diperhatikan. Tahapan pembentukan badan ad hoc untuk Pilkada 2024 akan beririsan dengan proses Pemilu.

"Apakah penyelengara pemilu ad hoc yang Pemilu 2024 sekitar Februari 2024 itu akan sama dengan yang ad hoc di Pilkada 2024, karena bagaimana pun mereka melaksanakan persiapan untuk proses pemilihan," kata Fritz.

Kemudian, tantangan berikutnya terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVIII/2020. Dalam putusan ini, partai politik (parpol) yang sudah lulus verifikasi dan ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 hanya perlu mengikuti verifikasi administrasi tanpa verifikasi faktual.

Akibat ketentuan tersebut, Fritz memandang tugas Bawaslu akan bertambah untuk mengawasi seseorang yang sudah tidak lagi menjadi anggota atau pengurus parpol. Sebab, potensi pencatutan dan keanggotaan ganda di suatu parpol makin besar.

 

Berkaca pada Pemilu 2019 lalu, sengketa proses yang paling banyak terjadi karena syarat administrasi baik sebagai parpol, calon legislatif, maupun calon kepala daerah pada tahapan pendaftaran. Mulai dari status aparatur sipil negara yang masih melekat, persyaratan umur, perpindahan keanggotaan partai politik, dan sebagainya.

"Apakah data itu bisa diakses oleh pengawas atau tidak ini juga bisa menjadi bagian proses administrasi yang bisa disiapkan oleh KPU dan juga bisa dapat kita akses sebagai pengawas, sehingga proses pengawasan pendaftaran calon-caleg itu bisa juga menjadi konsen kita dalam proses pengawasan," tutur Fritz.

Persoalan lain yang diwaspadai pada pemilihan ialah proses pemutakhiran data pemilih. Regulasi mengatur warga negara yang bisa menggunakan hak pilihnya wajib menunjukkan KTP elektronik (KTP-el) tetapi faktanya masih banyak warga yang belum memiliki KTP-el.

Menurut Fritz, permasalahan tersebut perlu diatasi jauh-jauh waktu sebelum 2024. Sehingga, data pemilih yang tersedia merupakan data valid dan tidak ada warga yang kehilangan hak pilihnya.

"Ini salah satu hal yang sangat krusial dalam kacamata Bawaslu. Karena bagaimana pun perlindungan hak pilih masyarakat itu mejadi sesuatu yang esensial bagi proses demokrasi terutama dalam pemilu dan pemilihan," katanya.

Dia menambahkan, logistik Pemilu dan Pilkada 2024 juga perlu diperhatikan agar tidak menjadi persoalan seperti 2019 lalu. KPU perlu menyusun strategi dari sekarang untuk memastikan agar surat suara tidak terlambat di sejumlah daerah, tertukar, ataupun tidak sesuai dengan kualitasnya.

photo
DKPP Berhentikan Ketua KPU Arief Budiman - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement