Rabu 16 Jun 2021 17:15 WIB

Akankah Mobilitas Masyarakat Kembali Dibatasi Secara Ketat?

Negara yang berhasil hadapi varian Delta mengombinasikan 3T, vaksinasi, dan lockdown.

Seorang tenaga kesehatan mengumpulkan sepatu untuk disterilkan di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa (15/6/2021). Menurut Koordinator RSDC Wisma Atlet Kemayoran Mayjen TNI Tugas Ratmono, pihaknya menambah jumlah kapasitas tempat tidur menjadi 7.394 dari 5.994 akibat tingginya penularan COVID-19 di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Seorang tenaga kesehatan mengumpulkan sepatu untuk disterilkan di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa (15/6/2021). Menurut Koordinator RSDC Wisma Atlet Kemayoran Mayjen TNI Tugas Ratmono, pihaknya menambah jumlah kapasitas tempat tidur menjadi 7.394 dari 5.994 akibat tingginya penularan COVID-19 di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Febrianto Adi Saputro, Inas Widyanuratikah, Rizky Suryarandika

Kurva penularan Covid-19 di Indonesia kembali terus menanjak dengan temuan 9.944 kasus positif Rabu (16/6). Capaian 9.000-an kasus baru Covid-19 menjadi yang kedua setelah 13 Juni 2021 (9.868 kasus) dan jadi yang tertinggi sejak Indonesia kembali mengalami peningkatan kasus pascamasa libur Lebaran 2021.

Baca Juga

Dari penambahan kasus positif pada hari ini, Provinsi Jawa Barat menjadi kontributor tertinggi penambahan kasus baru yakni mencapai 2.599 orang. Disusul DKI Jakarta mencatatkan 2.376 kasus baru, Jawa Tengah menambahkan 1.251 kasus, Jawa Timur menambahkan 702 kasus, dan DIY menambahkan 534 kasus baru.

Sebelumnya, pemerintah lewat Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengonfirmasi bahwa lonjakan kasus di beberapa daerah seperti DKI Jakarta, Kudus, dan Bangkalan diakibatkan oleh telah terjadinya transmisi lokal varian baru virus corona B1617.2 atau varian Delta. Varian Delta yang dikategorikan WHO sebagai variant of concern lantaran lebih mudah menular yang sebelumnya telah mengakibatkan krisis kesehatan hebat di India.

Menurut Direktur Lembaga Biologi Molekuler, Prof Amin Soebandrio, pembatasan mobilitas masyarakat dan kerumunan menjadi kunci utama dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Agar penularan tidak terjadi terus menerus, Amin memandang Gerakan 5 M penting dilakukan secara disiplin.

"Bagaimana cara menghindari, memutus rantai penularannya, sebetulnya tindakannya sama. Selama kita bisa menghentikan mencegah virus itu loncat dari satu orang ke orang lain itu kita memutuskan rantai penularan," kata Amin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/6).

Selain itu, kekebalan kelompok (herd immunity) juga sesegera mungkin harus dicapai. "Karena kita berlomba dengan kecepatan si virus itu bermutasi. Nah, selama kita bisa mencegah virusnya bermutasi itu jalan paling baik," ujarnya.

Selain itu, Amin menilai kecepatan tracing juga dianggap penting dalam memutus penularan covid-19. Namun, kendalanya saat ini waktu antara kasusnya masuk sampai mendapatkan WGS itu masih sangat panjang.

"Tapi sekarang kita diharapkan dalam waku satu dua minggu kita sudah bisa mendapatkan informasi itu, sehingga masih bisa terkejar. Kecepatan tracing tresting menjadi penting. Tapi kan dalam kenyataannya dari kasus positif sampai PCR itu saja butuh waktu 2-3 hari," jelasnya.

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad juga menilai, untuk mengurangi transmisi Covid-19 perlu dilakukan pengurangan mobilitas manusia. Pengurangan mobilitas manusia penting, apalagi jika sistem kesehatan di Indonesia kesulitan memisahkan orang yang terinfeksi dari masyarakat atau melakukan isolasi.

"Ketika kasusnya sudah meluas, memang ada kebutuhan untuk melakukan restriksi mobilitas, di samping kita perlu melakukan vaksinasi. Karena itu adalah satu cara agar kerentanan populasi menjadi menurun," kata Andono, webinar Varian Virus Corona Delta di Kudus, Rabu (16/6).

Saat ini, Covid-19 varian Delta sudah terdeteksi di Indonesia dan tercatat jauh lebih cepat menyebar daripada varian Covid-19 lainnya. Terkait hal ini, pengurangan mobilitas manusia menjadi penting karena semakin sedikit orang bertemu maka semakin kecil juga peluang virus menular.

Andono menambahkan, sebelum melakukan pembatasan mobilitas manusia secara besar, pemerintah perlu memperhatikan transmisi virus di rumah. Sebab, saat ini transmisi virus juga banyak terjadi di rumah antara masyarakat.

"Kalau kita ingin melakukan restriksi mobilitas, restriksi itu perlu memastikan transmisi di rumah sudah selesai sebelum mobilitas dibatasi," kata Andono menambahkan.

In Picture: Antisipasi Kasus Covid-19 RSDC WIsma Atlet Tambah Kapasitas

photo
Seorang tenaga kesehatan berjalan di selasar Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa (15/6/2021). Menurut Koordinator RSDC Wisma Atlet Kemayoran Mayjen TNI Tugas Ratmono, pihaknya menambah jumlah kapasitas tempat tidur menjadi 7.394 dari 5.994 akibat tingginya penularan COVID-19 di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. - (ANTARA/M Risyal Hidayat)

 

 

Pembatasan mobilitas di masyarakat akan efektif dilakukan jika transmisi di rumah sudah berkurang signifikan atau bisa dihentikan. Menurut Andono, lama waktu penghentian transmisi di rumah memakan waktu dua kali periode infeksi atau sekitar tiga pekan.

Setelah tiga pekan, seharusnya sebagian besar transmisi yang ada di rumah itu sudah selesai. Pada saat itu, barulah pemerintah bisa meningkatkan pembatasan mobilitas ke skala masyarakat yang lebih luas lagi.

Andono menegaskan, jika Indonesia ingin mengurangi angka reproduksi virus maka banyak strategi yang harus dilakukan. Semakin banyak intervensi dari pemerintah, seperti kampanye 3M, melakukan tracing, tracing, dan treatment, vaksinasi, dan pembatasan mobilitas akan semakin efektif mengurangi transmisi virus.

Ia menjelaskan, berbagai macam startegi dan intervensi tersebut harus dilakukan dengan prinsip keju Swiss. Artinya, setiap intervensi akan mengurangi risiko paparan, karena jumlah virus yang beredar di populasi akan semakin berkurang dengan semakin banyaknya intervensi yang dibuat.

"Tidak ada intervensi yang mampu bekerja sendiri. 3M saja tidak akan mencukupi, 3T tidak akan mencukupi, vaksin saja juga tidak mencukupi. Tetapi, semuanya itu perlu dilakukan secara simultan agar kita bisa menurunkan level paparan di komunitas," ujar Andono.

 
"Negara yang berhasil hadapi varian (Delta) ini gunakan tiga kombinasi yaitu lakukan penguatan vaksinasi secara masif, 3T dan lockdown," kata epidemiolog, Dicky Budiman.

Adapun, epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, menegaskan, bahwa penerapan protokol kesehatan (prokes) saja tak cukup untuk menangkal varian baru Covid-19. Dicky mendesak pemerintah berinovasi dalam program pencegahan dan penanganan Covid-19.

"Harus berbeda responnya karena enggak cukup hanya dengan prokes, enggak ada bukti ilmiahnya cukup kendalikan (Covid-19) hanya gunakan prokes saja," kata Dicky kepada Republika, Selasa (15/6).

Dicky menyarankan pemerintah Indonesia meniru kebijakan negara lain dalam menghadapi varian Delta. Salah satunya peningkatan testing, tracing, treatment (3T).

"Negara yang berhasil hadapi varian ini gunakan tiga kombinasi yaitu lakukan penguatan vaksinasi secara masif, 3T dan lockdown. Kombinasi itu kalau sudah meledak, enggak ada cara lain. Ini yang bedakan dia dengan varian lain," ujar Dicky.

Dicky mengkritisi upaya 3T dari pemerintah cenderung belum maksimal.

"Artinya dari saat ini untuk cegah penularan lebih jauh maka tingkatkan 3T yang mash rendah," singgung Dicky.

Untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19, Satgas Penanganan Covid-19 menggunakan pendekatan pentahelix. Antisipasi ini akan dilakukan melalui prinsip 3K yakni komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi dengan pemerintah dan satgas di daerah serta pemangku kepentingan terkait lainnya.

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, operasi yustisi juga akan terus ditingkatkan untuk mengawasi penegakan protokol kesehatan dan pembatasan mobilitas masyarakat. Selain itu, jumlah testing dan tracing juga akan terus ditingkatkan untuk menjaring kasus positif Covid-19 serta mengoptimalkan peran pos komando (posko) desa/kelurahan guna memperketat pelaksanaan PPKM mikro.

"Satgas menyusun strategi pengendalian kasus termasuk memastikan ketersediaan fasilitas dan manajemen kasus dengan memanfaatkan fasilitas karantina terpusat," kata Wiku saat konferensi pers.

Selain itu, Satgas juga akan melakukan langkah antisipasi dengan turun ke lapangan menyalurkan bantuan, serta melakukan perbaikan manajemen kasus bersama TNI Polri dan pemerintah daerah setempat ke sejumlah daerah yang mengalami lonjakan kasus. Seperti di Kudus, Bangkalan dan daerah lain di sekitarnya.

 

photo
Tren Covid-19 Meningkat, Zona Merah di Indonesia Bertambah - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement