Rabu 16 Jun 2021 12:15 WIB

BIN: Medsos Jadi Inkubator Radikalisme

85 persen generasi milenial rentan terpapar radikalisme.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto.
Foto: Republika/Inas Widyanuratikah
Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Intelijen Negara (BIN) mengungkap media sosial (medsos) disinyalir telah menjadi inkubator radikalisme, khususnya terhadap generasi muda bangsa. Persoalan mengenai radikalisme disebut sebagai salah satu ancaman nasional yang perlu mendapatkan perhatian bersama.

"Medsos disinyalir telah menjadi inkubator radikalisme, khususnya bagi generasi muda," ungkap Deputi VII BIN, Wawan Hari Purwanto, dalam diskusi virtual yang diselenggarakan GMNI, sebagaimana dikutip dari akun Youtube Kabar Alumni GMNI, Rabu (16/6).

Dia mengatakan, kecenderungan itu semakin diperkuat dengan hasil survei terbaru yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Menurut Wawan, di sana dikatakan sebanyak 85 persen generasi milenial rentan terpapar radikalisme.

"Kondisi ini patut menjadi perhatian bersama mengingat indonesia sedang menggadpai bonus demografi. Ini menjadi sebuah pedang bermata dua jika kita tidak pandai menatanya," ujar Wawan.

Selain soal radikalisme, hal lain yang juga menjadi ancaman nasional ialah pandemi Covid-19. Dia menjelaskan, kasus Covid-19 di Indonesia kini termonitor fluktuatif, tapi cenderung menunjukkan tren peningkatan.

"Pelonjakan baru kasus Covid berpotensi mengancam keselamatan masyarakat, memperburuk resesi ekonomi, mengakibatkan lumpuhnya fasilitas-fasilitas kesehatan, terhambatnya pendidikan, dan gelombang pengangguran yang semakin masif," kata dia.

Kemudian, ancaman nasional berikutnya ialah konflik SARA. Menurut Wawan, beberapa kasus SARA yang sering mengemuka, antara lain, sentimen keagamaan, konflik antaretnis, rasialisme terhadap etnis tertentu, situasi di Papua, maupun konlfik antara Syiah dan Sunni.

"Isu sensitif tersebut menjadi ancaman serius karena dapat menimbulkan konflik horizontal dan ini ada yang terus mengipas-ngipasi dengan berbagai berita hoaks," kata dia menjelaskan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement