REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR TIMUR -- Pandemi covid-19 memberikan pengalaman pahit kepada hampir setiap orang, secara khusus, di Bali. Pandemi ini melumpuhkan sektor pariwisata yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Bali. Banyak nasib para pelaku industri pariwisata yang tidak jelas hingga saat ini.
Situasi sulit itu dirasakan juga oleh ibu Ketut. Ibu tiga anak itu tinggal di Jalan Kapten Japa, Dangin Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Bali. Sebagai ibu rumah tangga, Ketut mengandalkan suaminya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Nasib kurang beruntung justru dihadapi suaminya. Selama satu setengah tahun, suaminya sudah tidak bekerja kembali karena kena pemutusan hubungan kerja (PHK). Sebelumnya, suaminya bekerja di sebuah restoran, namun tutup karena terdampak pandemi covid-19.
"Mulai Maret tahun lalu (PHK). Pariwisata tutup, sehingga tamu tidak ada yang datang ke Bali. Akhirnya tidak kerja lagi," kata Ketut dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, belum lama ini.
Meskipun mengalami nasib kurang beruntung, namun Ketut mendapatkan rezeki lain. Ketut terpilih untuk berhak mendapatkan bantuan sosial tunai (BST) dari pemerintah. BST merupakan bantuan uang senilai Rp 300 ribu dari Kementerian Sosial (Kemensos), yang disalurkan melalui PT Pos Indonesia (Persero) setiap bulan.
"Saya dikasih tahu oleh kepala desa, bahwa saya dapat bantuan BST. Disuruh ambilnya di kantor Pos. Ya sudah, saya kumpulkan KTP dan KK. Prosesnya berlangsung cepat," kata Ketut.
Dalam proses pencairannya, Ketut pergi bersama suaminya. Tidak lupa juga dia tetap mematuhi protokol kesehatan (prokes), dengan membawa masker dan hand sanitizer.
Beras, menjadi komoditas utama yang dibeli Ketut ketika BST sudah cair. Ketut pertama kali mendapatkan BST sebesar Rp 600 ribu (dirapel dua bulan).
Bantuan ini sangat terasa manfaatnya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dengan adanya BST, dia tidak pusing untuk menghidupi ketiga anaknya.
"Anak saya yang pertama baru saja mendapatkan kerja. Yang kedua baru 22 tahun, masih kuliah. Ketiga baru 20 tahun. Namun, dia tidak mau kuliah karena tidak ada biaya," katanya.
Menantikan Pencarian BST Juni
Untuk tahun ini, terakhir kali Ketut mendapatkan BST pada April lalu. Setelah April, BST sempat diumumkan tidak akan dilanjutkan lagi. Namun, pemerintah kembali memutuskan untuk memperpanjang selama dua bulan.
Sayangnya, BST itu belum kunjung cair karena masih dibahas oleh pemerintah. Padahal, Ketut bersama KPM lainnya sudah menantikan bantuan tersebut. Kesulitan memenuhi kebutuhan hidup selama dua bulan sangat terasa. "Kami belum menerima juga. Masih menunggu," ujar Ketut.
Ketut memohon kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Mensos Tri Rismaharini untuk segera mencairkan BST tersebut. Pemenuhan kebutuhan untuk bertahan hidup, dirasanya sudah sangat mendesak. Ditambah, situasi di Bali yang masih belum normal.
"Pak Jokowi dan ibu Mensos. Saya butuh sekali bantuan bapak untuk segera mencairkan BST. Warga Bali sudah gak ada pemasukan ekonomi. Sepi Sekali. Tolonglah pak," katanya.