Jumat 11 Jun 2021 16:13 WIB

Menangkap Sinyal dari Kedekatan Megawati-Prabowo

Pengamat nilai duet Prabowo-Puan Maharani paling mudah diwujudkan.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memberikan salam kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memberikan salam kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Nawir Arsyad Akbar, Fauziah Mursid, Antara

Hari ini, Presiden RI kelima, Megawati Soekarnoputri, mendapat gelar profesor kehormatan atau guru besar tidak tetap dari Universitas Pertahanan (Unhan). Dalam kesempatan tersebut, Mega secara khusus menyebut nama Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

Baca Juga

"'Saya mengucapkan terima kasih kepada Mendikbud Ristek Bapak Nadiem Anwar Makarim dan juga kepada Menhan RI Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Prabowo Subianto Djojohadikusumo atas kepercayaan yang diberikan kepada saya," kata Megawati saat menerima gelar profesor, Jumat (11/6).

Mega mengatakan, pemberian gelar diterima dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Dia mengatakan, hal itu akan digunakan untuk pengabdian kepada bangsa dan negara terutama di dalam memperkuat tradisi intelektual di dalam seluruh aspek kehidupan. Dia mengatakan, kepemimpinan strategik tidak diukur dari keberhasilan di masa lalu.

Menurutnya, hal itu harus berkorelasi dengan masa kini sekaligus melekat tanggung jawab untuk masa depan. "Di sinilah keberhasilan kepemimpinan strategik harus mampu menghadirkan keberhasilan yang linear di masa lalu, masa kini, dan keberhasilan di masa yang akan datang," katanya.

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menjelaskan, dalam perspektif kekinian, kepemimpinan strategik setidaknya dihadapkan pada tiga perubahan besar yang mendisrupsi kehidupan manusia. Pertama, perubahan pada tataran kosmik sebagai bauran kemajuan luar biasa ilmu fisika, biologi, matematika dan kimia.

Kedua, revolusi di bidang genetika yang bisa mengubah keseluruhan landscape tentang kehidupan ke arah yang tidak bisa dibayangkan dampaknya. Ketiga, kemajuan di bidang teknologi realitas virtual.

Menurutnya, ketiga perubahan di atas hadir dalam realitas dunia yang masih diwarnai berbagai bentuk ketidakadilan akibat praktik "penjajahan gaya baru”, namun tetap pada esensi yang sama. Yakni perang hegemoni, perebutan sumber daya alam dan perebutan pasar diikuti daya rusak lingkungan yang semakin besar.

"Hubungan antarnegara dalam perspektif geopolitik, juga menunjukkan pertarungan kepentingan yang sama, bahkan kini semakin meluas. Atas nama perang hegemoni lingkungan dikorbankan. Perubahan teknologi dalam ketiga aspek tersebut justru memperparah eksploitasi terhadap alam," katanya.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yang namanya disebut Megawati memang turut hadir ke sidang senat terbuka. Sebelumnya Prabowo juga mendampingi Megawati saat peresmian patung Bung Karno di halaman Kementerian Pertahanan RI, Ahad (6/6). Keduanya menekan tombol sirene tanda peresmian patung Bung Karno tersebut.

Dalam sambutannya, Megawati yang pernah berpasangan dengan Prabowo di pencalonan pemilu presiden 2009 lalu itu, juga mengucapkan terima kasih atas dibuatnya patung Bung Karno. Ia secara khusus juga menyampaikan rasa penghormatan kepada Prabowo yang ia sebut sebagai sahabat.

"Atas nama pribadi dan keluarga besar Bung Karno saya mengucapkan terimakasih dan penghormatan secara khusus kepada bapak Prabowo Menteri Pertahanan RI dan sekaligus sahabat saya atas peresmian patung Bung Karno ini," kata Megawati.

Peresmian Patung Bung Karno ini bersamaan dengan momentum hari kelahiran Sang Proklamator ke-120 tahun. Megawati dalam sambutannya menyampaikan, atas nama keluarga besar Bung Karno mengucapkan terimakasih atas penghormatan yang diberikan kepada ayahnya tersebut.

"Kebetulan, peresmian Patung Bung Karno bertepatan pada peringatan

hari kelahiran beliau yang ke 120 tahun. Jadi sungguh menurut kami keluarga, sangat istimewa," kata Megawati.

Pada Pemilu 2009, Megawati dan Prabowo pernah maju bersama sebagai pasangan capres cawapres. Namun ada Pemilu 2014 dan 2019, Megawati dan Prabowo berada di kubu yang berlawanan karena Megawati mendukung Joko Widodo, sedang Prabowo maju sebagai calon presiden.

Kedekatan Megawati dan Prabowo memantik pertanyaan apakah keduanya akan kembali berkoalisi di Pilpres 2024. Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengaku tak mempermasalahkan adanya pendapat yang ingin memasangkan Megawati-Prabowo. Namun ia menjelaskan, hal-hal terkait koalisi untuk Pilpres 2024 belumlah diputuskan.

"Kalau di Gerindra sendiri soal koalisi belum diputuskan dan kebiasaan kami ada forum yang khusus untuk itu dan biasanya juga tidak diawal-awal," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (11/6).

Sedangkan mantan Sekjen PDIP, Tjahjo Kumolo, mengatakan, hanya waktu yang bisa menjawab apakah duet Megawati dengan Prabowo bisa kembali terjadi. "Tak bisa berandai-andai, tunggu tanggal mainnya saja," ucap Tjahjo yang juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) usai rapat kerja dengan Komisi II DPR, Selasa (8/6).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement