Kamis 10 Jun 2021 21:08 WIB

Gubernur Lemhannas: TWK Pegawai KPK Jangan Dipolitisasi

Gubernur Lemhannas mengatakan polemik TWK pegawai KPK jangan dipolitisasi

Gubernur Lemhannas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Gubernur Lemhannas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo meminta agar polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dipolitisasi.

Gubernur Lemhannas mengatakan TWK itu seharusnya ditempatkan dalam kepentingan kewenangan lembaga untuk menetapkan standardisasi kriteria pelaku-pelaku di tiap lembaga. Agus berpendapat Ketua KPK Firli Bahuri hanya melakukan tugas dan fungsinya berdasarkan ketentuan Undang-Undang untuk melaksanakan TWK sebagai bagian check and balance.

Baca Juga

Indikator-indikator dalam tes yang membentuk kriteria, untuk menentukan seseorang lulus atau tidak dalam tes tersebut, kata Agus, disusun oleh lembaga yang profesional yang tidak ada kaitannya dengan Ketua KPK. "Jadi wajar saja di dalam setiap ujian seleksi, tergantung ujian seleksinya, kalau ada seseorang yang tidak sesuai dengan tujuan seleksi, maka dia bisa dinyatakan tidak lulus. Sesederhana itu sebetulnya. Jadi jangan dipolitisasi. Karena yang bikin pusing kita ini kan politisasi," jelas Agus.

Agus menyebutkan TWK pun dapat menjadi acuan untuk melakukan pemecatan terhadap pegawai mengingat proses tersebut dilaksanakan dengan metodologi yang sama di lembaga-lembaga lain. TWK, tambah dia, juga dilakukan untuk menyeleksi pegawai yang bisa berfungsi efektif dalam lembaga, namun tetap dalam rambu ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Ini lebih disesuaikan dengan kriteria atau perilaku yang nyata yang diharapkan bagi seseorang untuk bisa berfungsi secara efektif tetapi dalam rambu-rambu ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperuntukan baginya dalam konteks sebuah lembaga," kata Agus.

Agus menambahkan, polemik TWK dapat diselesaikan bila kedua lembaga, yakni KPK dan Komnas HAM bisa berkomunikasi secara terbuka. "Sebetulnya semua itu bisa diselesaikan sebelumnya dengan komunikasi yang lebih baik di antara kedua lembaga," kata Agus.

Masing-masing lembaga perlu introspeksi dan mengadakan review tentang apa fungsi, peran, dan kewenangannya pada lembaga tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement