Kamis 10 Jun 2021 14:03 WIB

Jika HRS Cuma Didenda, Bagaimana Tokoh Lain yang Melanggar?

Kegiatan yang melanggar prokes dari tokoh publik lain sampai saat ini tidak diproses.

Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab menyapa massa saat tiba di kawasan Petamburan, Jakarta, Selasa (10/11). Habib Rizieq Shihab kembali ke tanah air setelah berada di Arab Saudi selama tiga setengah tahun.
Foto:

Oleh : Abdul Rachman Thaha, Anggota Komite I DPD RI

Efek jera ditentukan oleh seberapa jauh proses penegakan hukum dilakukan secara cepat dan konsisten. Dalam kasus HRS, proses hukumnya cepat sekali. Jadi, aspek kecepatan sudah terpenuhi. Tapi, masih ada masalah pada konsistensi.

Berbagai macam bentuk kegiatan yang terindikasi kuat melanggar prokes, bahkan yang sengaja dilakukan oleh sekian banyak pejabat negara, tokoh elite, dan selebritas. Faktanya sampai saat ini tidak diproses hukum sama sekali. Padahal, beberapa di antaranya punya skala yang sangat besar.

Apakah mereka dibiarkan atau diam-diam telah ditindak lewat restorative justice, tak ada kabarnya yang bisa disimak di media massa. Kalau mereka ditangani lewat restorative justice, lembaga penegakan hukum masih perlu menjelaskan mengapa masalah HRS tidak diproses dengan cara yang sama.

Penyikapan terhadap pelaku-pelaku pelanggaran prokes harus benar-benar transparan dan akuntabel. Jika diabaikan, akan terbaca kesan diskriminatif dan itu bukan watak kebangsaan yang baik dalam konteks penegakan hukum.

Dan, ujung-ujungnya sikap tebang pilih hukum terhadap HRS dan terhadap pihak-pihak ternama selain HRS akan membuat rendahnya derajat konsistensi penegakan hukum. Konsistensi yang rendah akan mengecilkan efek jera. Efek jera yang rendah akan membuat masyarakat tetap santai melanggar prokes. Prokes dilanggar berakibat situasi pandemi semakin darurat.

'Sia-sia' saja HRS diburu lalu didenda kalau tak ada efek pembelajarannya bagi masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement