REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjelaskan terkait kiriman surat kepada Komnas HAM yang ingin memeriksa pimpinan lembaga antirasuah terkait pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK). Mereka ingin mengetahui pelanggaran apa yang telah dilakukan, alih-alih memenuhi panggilan tersebut.
"Dalam surat tersebut, KPK ingin memastikan terlebih dulu pemeriksaan dugaan pelanggaran HAM apa, terkait pelaksaan TWK pengalihan pegawai KPK menjadi ASN," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Rabu (9/6).
Ali mengatakan, balasan Komnas HAM penting agar KPK bisa menyampaikan data dan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pemeriksaan tersebut. KPK mengklaim, kalau pelaksanaan TWK sudah dilakukan sesuai konstitusi serta regulasi yang berlaku yakni Undang-Undang (UU) Nomor 19 tahun 2019, PP Nomor 41 Tahun 2020 dan Perkom Nomor 1 Tahun 2021.
"KPK menghormati tugas pokok fungsi dan kewenangan Komnas HAM. Selanjutnya, kami menunggu balasan surat yang sudah dikirimkan ke Komnas HAM pada tanggal 7 Juni 2021 tersebut," katanya.
Pemanggilan terhadap pimpinan KPK oleh Komnas HAM dilakukan pada Selasa (8/6) lalu. Meski demikian, pimpinan lembaga antirasuah itu malah mengirim surat kepada Komnas HAM pada Senin (7/6) atau sehari sebelum pemeriksaan dibanding memenuhi dan menjelaskan langsung polemik yang terjadi.
Komnas HAM secara resmi kembali melayangkan surat panggilan kedua kepada pimpinan KPK terkait kasus dugaan pelanggaran HAM dalan TWK. Pemanggilan ini dilakukan untuk meminta keterangan terkait dugaan pelanggaran dalam proses pelaksanaan Asesmen TWK pegawai KPK.
Pemanggilan kedua rencananya akan dilakukan pada Selasa (15/6) nanti. Komnas HAM memandang, kedatangan Firli Bahuri cs dapat mengklarifikasi atas laporan dan bukti yang diserahkan oleh 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos tes sehingga hasil atau temuan dari Komnas HAM nantinya bisa berimbang.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) sebelumnya menilai, bahwa pimpinan KPK telah bersikap arogan dengan tidak memenuhi panggilan Komnas HAM. Penolakan untuk memenuhi panggilan Komnas HAM juga dinilai telah memberikan contoh buruk akan proses penghormatan terhadap lembaga negara, terlebig Komnas HAM juga dibentuk berdasarkan Undang-Undang.
"Jelas ini bentuk arogansi KPK, nanti akan berbalik senjata makan tuan. Kalau nanti orang dipanggil KPK akan mengirim surat balasan untuk menjelaskan apa perkara korupsinya," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.
Seperti diketahui, TWK yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu sukses menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan tes tersebut.
Para pegawai TMS ini kemudian melaporkan proses pelaksanaan TWK ke Komnas HAM lantaran memiliki sejumlah keganjilan hingga sejumlah pertanyaan yang dianggap melanggar ranah privat. Selain itu, para pegawai ini juga melaporkan pimpinannya ke sejumlah pihak dari mulai Dewan Pengawas KPK hingga Ombudsman RI.