Ahad 06 Jun 2021 21:56 WIB

Daerah Lain Mesti Ambil Pelajaran dari Amukan Covid di Kudus

Ziarah serta tradisi kupatan diduga jadi penyebab cepatnya penularan Covid di Kudus.

Sejumlah tenaga kesehatan memberikan penghormatan terakhir kepada jenazah rekannya Wulan Ningrum yang meninggal dunia akibat terpapar COVID-19 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Loekmono Hadi, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (2/6/2021). Dari data RSUD Dr. Loekmono Hadi pada 2/6/202, sebanyak 189 tenaga kesehatan terpapar COVID-19 dan satu diantaranya meninggal dunia akibat menangani lonjakan kasus COVID-19 pascalebaran di wilayah itu.
Foto:

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito pada Jumat (4/6) lalu menyampaikan, angka keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah telah mencapai 90 persen per 1 Juni. Peningkatan angka keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan Covid-19 di Kudus ini terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah kasus positif di daerah tersebut.

“Per tanggal 1 Juni, lebih dari 90 persen dari seluruh tempat tidur terisi. Ini adalah kondisi yang sangat memprihatinkan,” ujar Wiku saat konferensi pers, Jumat (4/6).

Kudus memang diamuk Covid-19 dalam sepekan terakhir. Penularan di kabupaten tersebut menjadikan penambahan kasus positif naik 30 kali lipat dalam sepekan. Satgas mencatat, kasus positif Covid-19 di Kudus dalam sepekan terakhir sebanyak 929 kasus, jauh di atas angka pada pekan sebelumnya yang hanya 26 kasus positif.

Lonjakan kasus yang terjadi di Kudus pun otomatis membuat jumlah kasus aktifnya ikut melejit, menjadi 1.280 kasus atau 21,48 persen dari total kasus positif yang sempat tercatat. Persentase kasus aktif di Kudus pun jauh melampaui angka nasional yang 'hanya' 5,47 persen.

“Ini adalah angka yang cukup besar bila dibandingkan dengan kasus aktif nasional yang hanya 5,47 persen,” jelas Wiku.

Wiku mengingatkan seluruh pimpinan daerah di Indonesia untuk belajar banyak dari lonjakan kasus signifikan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Pelajaran terpenting yang perlu diambil adalah ketegasan pemerintah daerah untuk menjaga kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.

"Apa yang terjadi di Kudus ini dapat menjadi pembelajaran bagi daerah lainnya, mohon agar satgas daerah dapat mengantisipasi tradisi dan budaya di wilayahnya masing-masing," kata Wiku.

Wiku menambahkan, merespons ekskalasi penularan Covid-19 yang terjadi di Kudus, maka jajaran pimpinan BNPB dan TNI bergerak melakukan kunjungan ke Kudus pada Rabu (2/6) lalu. Kunjungan tersebut mendapat satu kesimpulan terkait penyebab lonjakan kasus yang terjadi.

"Keadaan ini terjadi sebagai dampak dari adanya kegiatan wisata religi berupa ziarah serta tradisi kupatan yang dilakukan oleh warga Kudus tujuh hari pascalebaran. Hal ini memicu kerumunan dan meningkatkan penularan di tengah masyarakat," kata Wiku.

Kerumunan yang terjadi pun meningkatkan penularan infeksi virus corona di Kudus. Parahnya, penularan juga merembet ke 189 tenaga kesehatan di sejumlah rumah sakit. Sayangnya, tindakan penanganan pasien Covid-19 di rumah sakit di Kudus pun terlihat kurang sesuai dengan aturan baku.

"Rumah sakit yang belum menerapkan secara tegas dan disiplin zonasi merah kuning dan hijau, triase pasien covid dan non covid serta keluarga pasien. Contoh dari hal ini adalah masih adanya pasien covid di rumah sakit yang didampingi oleh keluarganya keluar masuk rumah sakit tanpa skrining," ujar Wiku.

Demi menanggulangi krisis penanganan Covid-19 di Kudus, Satgas memerintah pemda setempat untukmelakukan konversi tempat tidur reguler menjadi tempat tidur untuk pelayanan Covid-19. Pasien dengan gejala sedang diprioritaskan untuk dirawat di rumah sakit, sementara yang bergejala ringan diimbau untuk melakukan isolasi mandiri di kediaman masing-masing.

"Isolasi mandiri di kediaman apabila memungkinkan atau dirujuk ke ibu kota provinsi yaitu Semarang," kata Wiku.

 

photo
Tips hindari kerumunan. - (Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement