REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dengan tegas membantah adanya upaya untuk menyingkirkan orang-orang tertentu di lembaganya lewat tes wawasan kebangsaan (TWK). Dia menegaskan, tak memiliki kepentingan untuk melakukan hal tersebut.
"Apa kepentingan saya membuat list orang (yang disingkirkan)," kata Firli menegaskan dengan nada tinggi di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (3/6).
Menurutnya, pegawai KPK yang tak lolos TWK dikarenakan orang tersebut memang tidak lolos. Tak ada kaitannya dengan dirinya atau pimpinan KPK lain yang berusaha menyingkirkan orang-orang tertentu.
"Seluruh pimpinan KPK, pegawai KPK memiliki hak yang sama untuk ikuti tes seleksi wawasan kebangsaan. Hasilnya seperti itu, oke," ujar Firli.
KPK, Firli menegaskan, tak akan ompong dengan tidak hadirnya orang-orang yang tak lolos TWK. Sebab, mekanisme kerja lembaga antirasuah itu tidak bergantung pada orang-orang tertentu.
"Sehingga, siapa pun yang ada di KPK sama semangatnya, sama komitmennya untuk melakukan pemberantasan korupsi. Dan sama, hari ini saya yakin kita masih punya semangat itu," ujar Firli.
Seperti diketahui, TWK yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu sukses menyingkirkan 75 pegawai berintegritas, semisal penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan tes tersebut.
Pada akhirnya, sebanyak 1271 pegawai KPK tetap dilantik sebagai ASN pada Selasa (1/6) lalu. Pelantikan dilakukan di tengah desakan dari pegawai lembaga antirasuah tersebut untuk menunda peresmian alih status pegawai yang dimaksud.
Lebih dari 600 pegawai berstatus MS meminta pelantikan dilakukan hingga ada penyelesaian atas polemik 75 pegawai TMS. Sebagian besar pegawai MS itu menilai bahwa pemberhentian 75 pegawai tersebut bertentangan dengan keputusan MK dan perintah Presiden Joko Widodo.