REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Lahirnya Pancasila berawal dari pidato Soekarno pada 1 Juli 1945. Sejarawan Universitas Indonesia, Prof Anhar Gonggong, mengatakan pidato tersebut mengkritik pembicaraan terdahulu.
Menurut Soekarno, para pembicara terdahulu tidak memberikan jawaban atas pholosofische grondslag, dasar negara. “Soekarno yang memberikan jawaban atas itu dengan sistematis dan urutan pembicaraan dalam pidatonya. Itu juga dilengkapi dengan kritikan dan kutipan-kutipan,” kata Anhar kepada Republika.co.id, Selasa (1/6).
Salah satu bagian pidato itu adalah:
“Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang Mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan: Paduka tuan Ketua yang mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberitahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan “merdeka”.
Anhar menyebut, pada awal pidatonya, Soekarno menjelaskan sangat panjang apa yang dimaksud kemerdekaan. Jika durasi pidato satu jam, Soekarno sudah menghabiskan waktu 20 menit khusus untuk menjelaskan maksud kemerdekaan.
Berbagai sumber ia kutip, misalnya bagaimana Arab Saudi merdeka dan saat Lenin mendirikan Soviet Rusia merdeka.
Hal itulah yang membedakan Soekarno. Anhar menilai Soekarno menata pikirannya secara jelas mulai dari sila pertama kebangsaan Indonesia sampai sila terakhir ketuhanan yang berkebudayaan.
“Yang Soekarno maksud dari istilah itu adalah antara orang bergama harus saling menghargai,” ujar dia.
Berkat wibawanya, setelah itu, Soekarno mengumpulkan 38 anggota Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan (BPUPK). Dari 38 itu, ia mengambil sembilan orang dan membentuk panitia sembilan yang melahirkan Piagam Jakarta.