Kamis 27 May 2021 23:29 WIB

Pernah Setujui Obat LQC Ini Alasan BPOM Tarik Izin Edarnya

Obat herbal asal China LQC Donasi disebut bisa memicu masalah kardiovaskular

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Penandatanganan kontrak kerjasama yang dilakukan secara daring, dihadiri Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Dr. Penny K. Lukito, MCP (kiri).
Foto: Dok. Web
Penandatanganan kontrak kerjasama yang dilakukan secara daring, dihadiri Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Dr. Penny K. Lukito, MCP (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru saja menyetop peredaran produk herbal obat untuk terapi Covid-19 dari Cina Lianhua Qingwen Capsules (LQC) Donasi. Menurut kajian lebih lanjut, obat ini diketahui mengandung bahan ephedra yang bisa memicu masalah pada sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat.

Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan, sejumlah produk herbal termasuk LQC Donasi memang diizinkan beredar sebagai obat alternatif untuk menekan gejala COVID-19. Kemudian obat ini sempat disetujui oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan atas rekomendasi BPOM pada 2020. Bahkan lantaran dipercaya bisa mempercepat penyembuhan COVID-19. Ia mengakui, obat ini sempat tenar dengan istilah 'obat dewa'.

"Namun, hingga kini belum ada obat khusus Covid-19, termasuk Lianhua Qingwen," katanya saat mengisi konferensi virtual webinar bertema Penggunaan Obat Tradisional Selama Pandemi, Kamis (27/5).

Ia mengingatkan, produk Lianhua Qingwen yang ditarik adalah jenis donasi. Berdasarkan kajian lebih lanjut, dia menambahkan, obat ini diketahui mengandung bahan ephedra yang bisa memicu masalah pada sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat. Sementara itu, ia menambahkan bahwa Lianhua Qingwen yang sudah memiliki izin edar dari BPOM tetap boleh digunakan. Namun, ia mengingatkan obat ini bukan penyembuh COVID-19, melainkan dengan indikasi meminimalkan gejala. Ia menambahkan, produk yang sama juga sudah ada izin edar dari BPOM dan sudah mendapat dibeli secara legal namun tidak mengandung substansi yang berisiko tersebut. 

"Kecuali kalau memang mengandung substansi tersebut, harus dalam pengawasan dokter. Itu tentu berbeda lagi cara BPOM memberikan pendaftarannya," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement