Dia mengeklaim telah terjadi gangguan keamanan sebanyak 60 kali terhitung 21-24 Mei 2021. Terdiri dari 13 insiden penembakan, 34 kali kontak tembak, dan 13 kali insiden gangguan keamanan lain.
BIN mencatat jumlah korban akibat gangguan keamanan tersebut, yakni delapan aparat keamanan gugur dan 14 orang luka, lima warga sipil nonkombatan meninggal dunia dan sembilan orang luka, serta 22 anggota KSP tewas dan satu orang luka.
Dari hasil pendalaman BIN, terdapat tiga front yang aktif menggalang dukungan pelaksanaan referendum di Papua, antara lain front bersenjata, front politik, dan front klandestin. Khusus di Kabupaten Puncak, KSP front bersenjata aktif melakukan teror sambil mengonsolidasikan diri untuk aksi-aksi lanjutan mereka.
Teddy menuturkan, pengembangan sumber daya manusia (SDM) Papua terhambat akibat gangguan keamanan akibat KSP. Dia menuding KSP melakukan pembakaran sekolah dan pembunuhan guru serta murid.
Sementara, pengawasan oleh aparat pemeriksa internal dan eksternal pemerintah daerah belum maksimal. Untuk itu, dia menyarankan agar revisi Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua diselesaikan sebelum PON yang akan digelar pada Oktober 2021.
"Amandemen UU Otsus untuk disegerakan agar tidak bersamaan dengan kegiatan PON ke-XX di Papua," kata Teddy.