REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengemukakan persentase jalur zonasi untuk jenjang SMP dan SMA pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2021 minimal 50 persen dari daya tampung.
“Untuk jenjang SMP dan SMA paling sedikit 50 persen dari daya tampung sekolah, sedangkan untuk jenjang SD paling sedikit 70 persen dari daya tampung sekolah,” ujar Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri dalam taklimat media secara daring yang dipantau di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan secara garis besar tidak ada perubahan mendasar dibandingkan PPDB 2020. Untuk jalur afirmasi, yakni siswa kurang mampu dan difabel paling sedikit 15 persen dari daya tampung sekolah.
Untuk jalur perpindahan tugas orang tua atau wali dengan kuota paling banyak lima persen. Jalur terakhir, yakni jalur prestasi adalah sisa kuota atau maksimal 30 persen.
“Jalur prestasi ini juga penting untuk mendorong iklim kompetisi. Masing-masing siswa berlomba untuk mendapatkan yang terbaik,” kata dia.
Dia menambahkan pada PPDB 2021, Kemendikbudristek memasukkan sekolah swasta ke dalam PPDB, karena pada tahun sebelumnya PPDB sekolah swasta belum diatur secara tegas.
Calon siswa dapat memilih sekolah dalam PPDB, apakah memilih sekolah negeri atau swasta. Sementara untuk SMK, yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam PPDB zonasi, pada 2021 mengalami perubahan.
“Untuk SMK diberikan kuota maksimal 10 persen untuk peserta didik yang domisilinya dekat dari sekolah. Sebab, ada SMK di pedesaan yang dibantu oleh masyarakat desa setempat,” kata Jumeri.
Jumeri menambahkan hasil evaluasi PPDB 2020, menunjukkan hanya sedikit daerah yang membuat peraturan kepala daerah terkait pelaksanaan PPDB di daerah tersebut.
“Dari pantauan kami sebagian besar atau 51 persen peraturan PPDB di daerah dibuat oleh kepala dinas. Padahal, seharusnya dibuat oleh kepala daerah,” ujarnya.
Audit forensik
Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Chatarina Muliana Girsang mengatakan pihaknya akan fokus mengawasi audit forensik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2021.
“Tim kami sudah turun mengantisipasi berbagai persoalan yang mungkin terjadi. Itjen Kemendikbudristek fokus pada audit forensik sistem PPDB daring,” ujar Chatarina dalam taklimat media di Jakarta, Senin.
Sementara untuk pengawasan PPDB secara luring dilakukan oleh tim dari Ditjen PAUD Dikdasmen Kemendikbudristek. Chatarina menjelaskan meskipun PPDB dilakukan secara daring, namun masih ada potensi untuk melakukan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
“Misalnya ada tawaran dari oknum terkait PPDB daring ini,” tambah dia.
Chatarina memberi contoh bagaimana di Bekasi pada PPDB 2020 lalu, terdapat tindakan kecurangan seperti kartu keluarga (KK), yang mana dalam persyaratan harus lebih dari satu tahun yang kemudian diakali dengan menginput KK yang seolah-olah lebih dari satu tahun.
“Padahal baru diterbitkan enam bulan. Ini yang tahu hanya yang menginput saja. Jadi kita ingin mengetahui pemetaan mengapa dengan sistem daring tapi masih ada titipan,” jelas dia.
Pihaknya ingin mendeteksi kelemahan dari sistem daring yang dilakukan masing-masing sekolah pada PPDB 2021. Sehingga dapat dilakukan antisipasi dalam kecurangan pada sistem daring itu.
“Jangan ada potensi hal yang disembunyikan pada sistem PPDB daring ini,” imbuh dia.
Chatarina juga menjelaskan persoalan umur yang sebelumnya sempat menuai polemik pada PPDB DKI Jakarta, maka pada 2021 tidak akan dipersoalkan lagi. Faktor umur hanya diperlukan untuk kursi terakhir saja, yang mana seleksi berdasarkan umur.
Seleksi berdasarkan umur, lanjut Chatarina, merupakan sesuatu yang tidak bisa dimainkan karena sudah menggunakan akta kelahiran sejak duduk di sekolah dasar.