REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI — Rencana kuasa hukum tersangka kasus pemerkosaan di bawah umur berinisial AT (21), Bambang Sunaryo, untuk menyelesaikan perkara dengan menikahkan korban dan tersangka dikecam. Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengatakan, dampak yang terjadi pada korban persetubuhan paksa tidak dapat selesai dengan perkawinan.
“Justru akan menambah beban trauma untuk korban dan tidak membantu proses pemulihan korban,” terang Siti saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (25/5).
Dia menerangkan, korban bisa saja menerima kekerasan kembali ketika dalam rumah tangganya kelak. Menurut Siti, menikahkan korban dengan pelakunya merupakan bentuk kekerasan berbasis gender lainnya yaitu pemaksaan perkawinan atau forced marriage. “Karenanya tidak boleh menikahkan korban dan pelaku,” tutur Siti.
Dia menjelaskan, pemaksaan perkawinan dilarang dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi Hak Anak, juga Konstitusi, UU HAM dan UU Perkawinan. Hak seseorang memasuki perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.
Dalam hal ini, menurut Siti, jelas korban tidak memasuki perkawinan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuannya. “Kita harus mempertimbangkan dan menjadikan pemulihan hak korban sebagai isu prioritas penanganan kasus ini,” tuturnya.