REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial Tri Rismaharini menyampaikan permasalahan terkait data penerima bantuan sosial (bansos) kepada Komisi VIII DPR RI dalam rapat kerja yang berlangsung di Jakarta, Senin (24/5). Mensos mengatakan permasalahan tersebut berdasarkan temuan pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2020. "Saya hanya ingin menuntaskan pemeriksaan ini agar clear," kata Risma.
Berdasarkan temuan BPKP diketahui bahwa terdapat 3.877.965 data Nomor Induk Kependudukan (NIK) Keluarga Penerima Manfaat (KPM) penerima bansos yang tidak valid. Kemudian terdapat 41.985 duplikasi data KPM dengan nama dan NIK yang sama.
Terdapat penerima manfaat bansos yang tidak layak/tidak miskin/tidak mampu/tidak rentan sebanyak 3.060 KPM di Jabodetabek, serta terdapat KPM telah pindah, meninggal tanpa ahli waris/tidak dikenal/tidak ditemukan sebanyak 6.921 KPM.
Sementara berdasarkan temuan BPK, terdapat data NIK tidak valid sebanyak 10.922.479 ART. Nama kosong sebanyak 5.702 ART pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) penetapan Januari 2020. Temuan BPK lainnya, Bantuan Sosial Tunai (BST) senilai Rp 500 ribu untuk KPM Sembako Non Program Keluarga Harapan (PKH) disalurkan kepada 14.475 KPM yang memiliki NIK ganda dan 239.154 KPM yang memiliki NIK tidak valid. Sedangkan berdasarkan temuan KPK, didapati 16.796.924 data tidak padan Dukcapil serta pemutakhiran DTKS berpotensi inefisien dan tumpang tindih.
Sebelumnya Mensos Risma telah "menidurkan" 21 juta data di DTKS yang merupakan data ganda dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Karena permasalahan tersebut, Risma beberapa kali berkonsultasi dengan BPK. "Saya tidak ada niatan apapun, karena saya harus konsultasi teknis supaya langkah saya benar, yang saya lakukan untuk pencegahan," ujar Risma di depan Komisi VIII DPR RI.