Kamis 20 May 2021 14:28 WIB

Satgas: Berkat Peniadaan Mudik, ‘Hanya’ 2 Juta Orang Mudik

Satgas Covid-19 mengklaim efektivitas aturan peniadaan mudik lebaran.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Penumpang tiba di Pelabuhan Bandar Deli Belawan, Medan, Sumatera Utara, Indonesia pada 3 Mei 2021.
Foto: Anadolu Agency
Penumpang tiba di Pelabuhan Bandar Deli Belawan, Medan, Sumatera Utara, Indonesia pada 3 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengklaim efektivitas aturan peniadaan mudik lebaran selama 6 Mei hingga 17 Mei 2021 lalu. Satgas Covid-19 menyatakan peniadaan mudik mengurangi pergerakan masyarakat dengan hanya 1,5 juta hingga 2 juta orang pulang kampung.

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Sonny Harry B Harmadi mengutip data litbanghum bahwa jika tidak ada larangan mudik maka diperkirakan 33 persen orang akan mudik. "Tetapi setelah ada larangan mudik berkurang menjadi 11 persen kemudian setelah ada sosialisasi kembali turun menjadi 7 persen. Bahkan saat pelaksanaannya hanya 1,5 juta hingga 2 juta orang yang melakukan mudik," ujarnya saat mengisi konferensi virtual FMB9 bertema 'Terus Kencangkan Protokol Kesehatan', Kamis (19/5).

Baca Juga

Ia mengatakan efektivitas peniadaan mudik juga terlihat dari mobilitas transportasi umum baik untuk angkutan darat, laut, penyeberangan sungai, dan danau maupun angkutan udara yang turun secara drastis. Satgas Covid-19 mencatat larangan ini membuat pergerakan angkutan udara turun sampai 93 persen, angkatan darat turun di atas 70 persen. 

Meski aktivitas menurun, ia mengakui masih ada tantangan dalam pengendalian pergerakan masyarakat selama pandemi Covid-19, yakni orang cenderung berpikir boleh pulang kampung di luar masa pelarangan mudik. Ini terlihat dari adanya kenaikan mobilitas penduduk sebelum tanggal 6 Mei 2021. "Tetapi jumlahnya masih bisa ditekan," ujarnya.

Padahal, ia mengatakan, esensi dari peniadaan mudik adalah membatasi mobilitas. Pembatasan mobilitas bukan soal tanggal, melainkan meminimalisir mobilitas untuk mencegah penularan Covid-19.

Upaya pembatasan mobilitas sangat penting untuk menerapkan protokol kesehatan. Sebab, dia melanjutkan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan paling sulit dilakukan ketika terjadi mobilitas secara masif. 

Ia menambahkan, keputusan peniadaan mudik didsarkan pada kajian ilmiah yang ada data dan fakta, termasuk belajar dari pengalaman libur panjang sebelumnya yang selalu diikuti lonjakan kematian. Satgas Covid-18 juga belajar dari penanganan pandemi oleh banyak negara.

"Dari situ, pemerintah atas saran presiden juga memutuskan untuk meniadakan mudik," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement