Rabu 19 May 2021 22:38 WIB

Pembukaan Tempat Wisata Harus Diikuti Penerapan Prokes Ketat

Penutupan tempat wisata bukan hal aneh dan tak perlu dibenturkan dengan soal ekonomi

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Gita Amanda
Tempat wisata The Great Asia Afrika di Jalan Raya Lembang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), tutup, Sabtu (8/5). Seluruh tempat wisata di KBB ditutup kembali terhitung mulai 7 hingga 14 Mei 2021. Penutupan objek wisata merupakan buntut kembalinya wilayah KBB ke zona merah atau resiko tinggi penyebaran Covid-19.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Tempat wisata The Great Asia Afrika di Jalan Raya Lembang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), tutup, Sabtu (8/5). Seluruh tempat wisata di KBB ditutup kembali terhitung mulai 7 hingga 14 Mei 2021. Penutupan objek wisata merupakan buntut kembalinya wilayah KBB ke zona merah atau resiko tinggi penyebaran Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ramainya pengunjung yang memadati tempat-tempat wisata saat libur Lebaran lalu menyebabkan sejumlah tempat wisata ditutup sementara. Untuk membuka kembali tempat wisata, pengelola maupun pengunjung memang semestinya menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Kepala Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Prof Janianton Damanik, mendukung penutupan tempat wisata. Sebab, kepentingan kesehatan masyarakat perlu didului dari membuka destinasi wisata, namun risiko melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia.

Ia merasa, penutupan ini bukan sesuatu yang aneh dan tidak perlu dibenturkan dengan soal ekonomi. Sehingga, jika belum bisa menjamin kesehatan masyarakat, maka ini bisa menjadi bumerang, termasuk ketika terjadi ledakan Covid-19.

"Tentu tidak mudah diatasi apalagi ancaman munculnya varian baru, karena itu pemerintah harus konsisten harus tutup," kata Janianton, Selasa (18/5).

Menurut Janianton, untuk menanggulangi penyebaran Covid-19 ini tidak bisa bergantung dengan pemerintah untuk selalu mengawasi masyarakat. Sehingga, masyarakat taat protokol kesehatan baik saat bepergian maupun berliburan.

Pengunjung wisata, Janianton menekankan, harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Karenanya, pembukaan destinasi wisata harus disertai dengan ketaatan pengunjung dalam menerapkan protokol kesehatan secara benar.

"Kita selalu menunjuk pemerintah harus bekerja maksimal, tapi jika masyarakat tidak disiplin maka semua itu tidak akan mudah," ujar Janianton.

Langkah penanggulangan pandemi sekarang ini menjadi persoalan bersama antara pemerintah dengan masyarakat. Sebab, bila masyarakat bisa menerapkan disiplin protokol kesehatan maka pembukaan destinasi wisata tidak akan menjadi masalah.

"Semua harus berbarengan, membuka destinasi diikuti protokol kesehatan. Jika sudah jalan, maka diikuti sanksi bagi mereka yang melanggar," kata Janianton.

Dari sisi kepariwisataan sekarang, pembukaan destinasi wisata pada masa pandemi tidak ubahnya keluarkan kebijakan spekulatif. Sebab, membuka destinasi wisata berarti pemerintah dan masyarakat harus siap dengan resiko bertambahnya kasus.

Terutama, bila tidak terjaminnya penerapan protokol kesehatan di lokasi wisata. Ia berharap, ketika semua destinasi dibuka tidak muncul klaster baru. Selain meningkatkan edukasi, pemerintah bisa membuat kebijakan baru bagi pengunjung.

Salah satunya pemerintah perlu memastikan masyarakat yang boleh bepergian untuk wisata yaitu mereka yang sudah divaksin. Artinya, vaksin bisa menjadi jaminan, sehingga pemerintah didorong mempercepat vaksinasi massal bagi masyarakat.

"Agar semua warga memiliki kesempatan yang sama untuk berwisata," ujar Janianton.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement